Cara Berbagi Ilmu Yang Belum Dimiliki

9/25/2012 5 Comments A+ a-

Bertanya bukan agar mendapat nilai. Juga bukan untuk mencari perhatian. Bukan pula untuk pamer. Pun tidak untuk sok-sokan. Apalagi untuk memojokkan seseorang.

Sadarkah kita, saat kita mengajukan pertanyaan, terutama di depan umum, dan pertanyaan yang benar-benar memang pertanyaan, saat itu kita telah berbagi ilmu secara tidak langsung??

Ya, bertanya pun adalah salah satu cara berbagi ilmu, berbagi ilmu yang bahkan belum kita miliki.

Saat bertanya, kita telah berbagi proses berpikir kita, kita telah berbagi "masalah" untuk dipikirkan dan diselesaikan bersama, kita juga mengajak untuk berefleksi kembali mengenai persoalan yang kita tanyakan serta kita juga akan berbagi solusi dan jawaban atas pertanyaan kita itu pada orang lain.

Bukankah itu adalah hal yang sangat baik dan bermanfaat?

Karena itulah, tanyakanlah jika memang ada yang dipertanyakan dalam dirimu. Bahkan, meski pertanyaan itu terkesan sangat remeh sekalipun, tanyakanlah. Karena di balik pertanyaan yang remeh itulah, mungkin tersimpan jawaban atas persoalan yang sebenarnya. Mungkin juga dari pertanyaan remeh itulah, yang menjadi awal untuk lebih mendalami suatu pengetahuan.

Dan, bukankah tidak jarang pertanyaan-pertanyaan yang dianggap konyol, bodoh bahkan tidak masuk akal itulah yang mengantarkan manusia pada pencapaiannya saat ini. Bukankah pada masanya, pertanyaan Isaac Newton tentang "mengapa apel jatuh ke bawah", juga terdengar "konyol" dan aneh "dari zaman nenek moyang mah ya emang gitu, kenapa harus dipertanyakan lagi?"?
Tapi, kau tahu? Pertanyaan itu mengantarkan manusia pada pemahaman yang luar biasa tentang cara kerja alam ini!! Dan Isaac Newton dianggap sebagai ilmuwan besar karena penemuannya yang diawali dengan pertanyaan yang terkesan konyol itu.

See..? So, dont be shame to ask! Even other people underestimate, mock or judge u as bad, foll, or even idiot. Because, whenever they meet the same problem as u do, or ur question is proved as a good one because it lead people to open a new course of knowledge, and even lead to the solution of some problems, then they will acknowledge it in the end. And ur questions will never be waste in vain. never. :D

But, if u never ask anything, then it it's very possible ur questions will be waste in vain and even your thinking proccess to raise the questions probably will means nothing.

By Kacho

Sampaikanlah Kebenaran

9/23/2012 1 Comments A+ a-


Sampaikanlah kebenaran, meskipun itu berarti menyakitkan dan menyakiti.
Masih jauh lebih baik menyakiti daripada menahan hak orang lain atas kebenaran yang seharusnya diketahuinya.
Karena rasa sakit dan luka itu masih bisa sembuh. Tetapi jika haknya tertahan, maka akan juga menahan langkah orang yang kita tahan haknya tersebut.

Jangan hanya karena ego kita yang tidak ingin merasa tersakiti a.k.a merasa tidak enak, atau tidak ingin dipandang sebagai "jahat" atau tidak ingin menanggung konsekuensi dan beban yang terjadi maka kita menahan hak orang tersebut. Karena sesungguhnya, justru tindakan menahan hak itu jauh lebih jahat daripada menyakiti.

Karena tidak mungkin kita bisa hidup tanpa pernah menyakiti, dan tersakiti. Tetapi, kita bisa hidup dengan saling menjaga hak masing-masing tanpa harus sok "menahan" hak orang lain dengan alasan "demi kebaikannya" padahal itu cuma karena ego kita yang gak mau tersakiti atau terbebani.

By Kacho

Harapan dan Kenyataan

9/07/2012 0 Comments A+ a-

Qt selalu,dan pasti berharap,agar semua yang qt inginkan bisa terpenuhi. Tapi sayangnya, itu gak mungkin. Dan sayangnya lagi, seringkali justru apa yang terjadi gak sesuai dengan yang qt inginkan.

Tapi,toh yang qt inginkan gak selalu yang qt butuhkan. Selama qt menghabiskan waktu merengek agar apa yang qt inginkan terpenuhi, mungkin saat itulah qt telah membuang waktu untuk mendapatkan apa yang sebenarnya qt butuhkan.

Karena itulah, jika keinginanmu gak terpenuhi, segera introspeksi dan cari langkah/solusi selanjutnya agar kamu gak kehilangan semakin banyak kesempatan untuk bahagia dalam hidupmu.

By Kacho

(My) Androphobia - Part 2

9/03/2012 0 Comments A+ a-

Udah baca postingan sebelumnya disini? Kalo belum baca aja dulu.
Kalo udah baca, langsung aja, lanjuuuutt ceritanya.....

Saat Kuliah 
Aku menerima telepon dari seseorang yang mengaku ia adalah temen SD-ku dulu, dari SD Benowo II. Selama beberapa hari kita ngobrol-ngobrol via telepon itu. Sejujurnya sih, aku ga inget sama sekali siapa dia itu. Aku juga gak tau dapet darimana nomerku, sepertinya saat itu dia ga mau bilang. 

Dalam salah satu teleponnya, tiba-tiba dia bilang kalo aku dulu itu nangisan. Tapi, aku ga ngerasa itu. Emang sih, aku itu bukan cewek tegar yang gak pernah nangis. Tapi, rasae aku jarang banget nangis di depan orang lain. Jadi aku Tanya aja, “ha? Nangisan? Masak seh?”. Dan sepertinya dia bingung menjawab. 

Gak lama, temenku ngenalin seorang cowok ke aku. Katanya sih, cowok ini dulu 1 SD sama aku, SDN Benowo II. Pas kita ketemuan dia bilang juga kalo aku itu dulu nangisan (ga tau juga apakah yang di telepon ama yang ini itu adalah orang yang sama. Soalnya aku ga Tanya). Reaksiku juga sama seperti aku menjawab telepon sebelumnya. Terus dia bilang: 

“ masa’ seh ga inget?” 
“nggak”, jawabku datar 
“Dulu itu rame lho, sampe dipanggil ke kantor. Dulu itu ada si A,B… (dia sebutin nama temen-temennya yang aku lupa sapa aja)” 
“ha? Gak inget.”, jawabku setengah terbengong-bengong. 
Setelah itu, dia ga nerusin pembicaraan ini dan ganti topik pembicaraan. Oh iya, sejujurnya aku juga gak inget sapa cowok ini.  Dan, ternyata pertemuan itu ga ada lanjutannya sampe sekarang

Jadi bingung, sebenernya ada apa sih waktu itu? Masa’ aku sampe nangis di depan orang lain,,, dan dipanggil ke kantor? Emang ada ya kejadian kayak gt? Emang sih, dulu beberapa saat setelah pindah sekolah aku masih sering main ke sekolahku yang dulu. Tapi, aku juga gak begitu inget kenapa kok aku jadi gak pernah maen lagi ke SD ku yang sebelumnya. 

Itu adalah 2 kejadian yang sampe sekarang masih menjadi tanda tanya. Karena, aku gak ngerasa ortuku pernah menyinggung pembicaraan yang ada hubungannya dengan 2 kejadian itu. Apalagi kejadian yang kedua, harusnya ortuku tau kan? Tapi, kenapa mereka ga pernah mbicarain itu? Oke, orangtuaku itu tipe orang tua yang akan menyembunyikan informasi yang buat anaknya galau. Mungkin saja itu alasannya. 

Beberapa orang yang memberiku informasi itu, aku rasa mereka juga ga bohong. Apa gunanya coba mereka bohong? Apalagi yang mereka bicarakan itu 2 kejadian yang berbeda. Tapi, apa iya dulu itu aku sebegitunya ya? Rasanya, pas kecil itu aku lumayan ga lemah-lemah amat ama cowok. Pernah juga aku nendang “itu”-nya gara-gara dia nggodain aku ama temenku, dan saat itu aku yang kelaparan sebel karena dihalangi mereka waktu mau beli jajan. What happen sebenarnya? 

Entahlah. Sampai sekarang sih, meskipun aku cukup penasaran tapi sepetinya itu bukan hal yang terlalu penting untuk dicari tahu. Mungkin , memang untuk saat ini masih lebih baik untuk tetap menjadi misteri. 

Memang sih, 2 kejadian itu, dan beberapa kejadian lainnya itu sempat membuatku phobia ama cowok. Tapi, itu hanya sampe SMP. Di SMA, aku mulai berusaha untuk lebih akrab sama cowok, dan menanamkan dalam pikiran selama kita cuma berteman, dan selama aku juga bersikap wajar aja, ga akan ada masalah. Bukan berarti dulu itu sikapku ga wajar sih. Cuma yah, pokoknya anggap aja temen, sama kayak yang lainnya dan tetep aja jadi diri sendiri.

Ehm…oh iya, selama di SMP dan SMA itu saya jadi culun dan berantakan abiz lho. Haha…entah, tapi mungkin karena pengaruh phobia ini juga. Jadi, saya menganggap akan lebih baik kalo gak ada cowok model-model begitu yang naksir saya. Lebih baik jadi cewek biasa aja (culun) #sokBanget -> emang dulu kayak gimana?

Tapi, sejak kerja ini pingin mulai memperbaiki diri aja deh. Paling nggak, sedikit lebih memperhatikan diri sendiri lah. Oh iya, tapi saya masih normal lho. Saya masih doyan sama cowok koq #plak

Cuma, memang saya masih refleks defend, menghindar kalo ada cowok yang jelas-jelas pedekate dengan tujuan cari pacar atau yang semacamnya. Contohnya aja di tempat kerja, ada seorang teman kerja yang pernah menyatakan di depan teman-teman kerja lainnya kalau dia nge-fans saya. Dan itu dinyatakan secara eksplisit, gak implisit.

Bagi saya, ia melakukan hal itu tanpa memperhatikan sama sekali perasaan saya. Setelah hari itu, saya mulai merasa terganggu dengan sikapnya yang menurut saya mengganggu. Dan, saya akhirnya cenderung bersikap cuek dan agak jutek ke dia. Padahal saya tidak begitu ke orang lainnya.  Oke, katakan saja dia kan sedang pedekate, caper atau semacamnya itu wajar kan?

Saya bukan gak menghargai perasaannya. Tapi, bagi saya hal itu sangat mengganggu. Memang dia tidak salah, dia tidak tahu masa lalu saya. Tapi, bukankah jika memang seseorang menyukai orang lain, harusnya dia itu juga memperhatikan apa yang akan mendukung, membuat nyaman atau malah mengganggu orang tersebut? Bukan hanya berdasarkan penilaian sepihak dari orang yang menyukai itu. Tapi juga harusnya ia mencoba memahami terlebih dahulu dari sisi orang yang disukainya kan?

Kita ga bisa memaksakan sesuatu hanya karena menurut kita itu menyenangkan, tanpa memperhatikan orang lain. Apalagi kalau soal perasaan. Jika kita tidak memahami, memperhatikan apa yang sebenarnya membahagiakan, atau malah mengganggunya, apa bukannya itu hanya keegoisan kita saja yang ingin memenuhi "hasrat" kita?