Sosok Sempurna

6/03/2014 1 Comments A+ a-

Kata "sempurna" merupakan salah satu kata yang tidak menyenangkan buatku. Kalau mau lebay sih, mungkin alergi ya...

Alasannya, mungkin karena "sempurna" itu adalah kata yang tidak mungkin di dunia ini. Tidak ada sesuatu sempurna, "mutlak" di dunia ini. Begitu pun dengan manusia, entah kediriannya maupun hasil karyanya, materi ataupun imateri, fisik maupun psikis. Tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Dunia ini tercipta tidak sempurna, dan karenanya tak ada satupun di dunia ini yang "stand out" dan mampu berdiri sendiri tanpa yang lainnya. Semuanya, pasti butuh sesuatu lainnya untuk bisa bertahan. Semuanya, pasti memiliki titik "jatuh" dan "bangkit"nya.

Dunia ini tidak sempurna, dan bersama saling mengisi kesempurnaan itu,,, itulah yang membuatnya sempurna. Bukan sebagai satu yang sempurna, tetapi "kesatuan" yang sempurna.
Bagiku, satu yang sempurna hanyalah Tuhan, tiada yang lain.

Dan karenanya, mungkin aku dibuat cukup muak dengan sosok-sosok sempurna yang dimunculkan oleh manusia untuk menutupi kelemahannya, sosok selain Tuhan.

Adalah hal yang wajar jika manusia menginginkan kesempurnaan, karena fitrahnya untuk selalu menginginkan yang lebih dan lebih. Dan ini fitrah ini juga yang membuat manusia mencapai kemajuan peradaban seperti sekarang ini. Tapi, janganlah memaksakan "kesempurnaan" itu ada pada orang lain, atau pada diri kita sendiri. Kesempurnaan seperti itu yang membuatku alergi pada kata "sempurna"

Masalahnya, tidak ada seorang pun di dunia ini yang benar-benar sempurna. Andai-nya pun ada, maka patut dipertanyakan "kemanusiaan"-nya. Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, yang satu sempurna hanyalah Tuhan. Tidak bisakah kita menerima kenyataan itu? Haruskah kita "mengorbankan" orang lain untuk memenuhi sosok sempurna untuk diikuti?

Masalahnya adalah sikap seperti itulah yang membuat kita menjadi pengikut buta atau tersesat saat menyadari bahwa orang yang kita ikuti tidaklah sesempurna harapan kita. Sikap seperti itu juga yang membuat orang yang tertuntut untuk menjadi sempurna jadi mengejar kesempurnaan seperti "kesetanan", dan akhirnya kehilangan dirinya sendiri, saat menyadari ia tak cukup sempurna untuk menjadi seperti yang semua orang inginkan terhadapnya.

Tak bisakah kita menghentikan lingkaran setan ini?

Padahal, hanya sesederhana menerima kenyataan bahwa dunia ini, termasuk manusia, adalah sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Sempurna yang dimaksud di sini adalah sesuai dengan hukum alam yang diciptakan oleh Tuhan. Dan dalam ketidaksempurnaan itulah kita mendapatkan berkah yang tak terkira hingga sampai pada pencapaian kita saat ini. Adanya fitrah manusia yang selalu ingin lebih bukan agar manusia menjadi sempurna, atau menyandarkan kesempurnaan pada manusia lain, melainkan agar manusia selalu berusaha untuk mengembangkan kehidupannya di tengah keterbatasan yang melingkupinya. Dan dengan manusia menerima keterbatasannya, sehingga ia akan memahami ada entitas lain yang sempurna, satu-satunya yang pantas untuk dijadikan sandaran, Tuhan.


Ketidaksukaanku pada sosok yang sempurna ini juga membuatku sempat merasa aneh dan tidak suka pada Nabi Muhammad. Memang beliau adalah sosok yang seharusnya dikagumi dan diikuti oleh muslim. Saya tau. Hanya saja, sosok Nabi Muhammad yang diceritakan orang-orang tidak terdengar seperti cerita tentang seorang manusia. Nabi Muhammad seakan digambarkan sebagai sosok sempurna, yang tak pernah melakukan kesalahan, yang selalu benar, tanpa kelemahan, tak pernah ragu, tak pernah merasakan proses mental "down" seperti manusia lain, karena beliau adalah manusia yang terpilih, manusia yang sempurna.

Tapi untungnya, saat di kemudian hari saya membaca kisah beliau, saya tahu bahwa beliau juga manusia biasa yang pernah salah, yang tidak selalu benar, memiliki kelemahan, pernah ragu dan pernah mengalami up-down -nya psikis dan kehidupan. Dari situlah saya justru mulai tumbuh empati dan kekaguman saya pada sosok Nabi Muhammad.

Ya, saya memang lebih mengagumi orang yang tidak sempurna, yang meskipun tidak sempurna selalu berusaha yang terbaik. Saya selalu dibuat "amazing" oleh mereka yang tidak sempurna. Justru mengetahui seseorang yang terlihat "sempurna", saya merasa takut. Karena yang saya tahu pasti bahwa ada sesuatu yang gelap di balik kesempurnaan itu. Sesuatu yang bisa meluap kapan pun, jika terus ditekan oleh sosok "sempurna" yang ada di permukaan itu.

Karena itulah, saya juga lebih sering mengagumi tokoh-tokoh "subtle (pendukung)" dalam sebuah cerita. Saya kurang suka tokoh utama, karena biasanya tokoh utama digambarkan begitu sempurna, cantik-ganteng, selalu semangat, ga pernah menyerah, selalu pengertian, dll. Well, terlalu jauh dari kenyataan menurut saya.  Dan, saat kita tidak menjejakkan kaki di tanah(kenyataan),bisa jadi kita akan terjatuh dengan keras. Atau hidup dalam fantasi kita. That would be bad, i think.

"Entah kenapa semua orang selalu "memimpikan" sosok sempurna tuk diikuti. Tapi,bukankah tak ada "manusia sempurna" itu? Bukankah itu hanya membuat kita terus "bermimpi" dan lari dari knytaan? Tidakkah lebih baik mnrima kenyataan itu apa adanya. Dan bukankah lebih baik jika kita bisa menerima kekurangan dan kelebihan tiap manusia? Bukan utk dbiarkan begitu saja. Juga bukan hanya untuk diikuti. Tapi,untuk saling mendukung untuk kebaikan bsama. Juga untuk saling belajar, ber"deal" dengan realitas itu sendiri."


Status Facebook "K" di suatu hari