My Dreams #0 – The Past Time
Gak jarang
aku mendapat komentar dari temen-temen kalau aku orangnya terlalu serius,
memaksakan diri sendiri, nyengsarain diri sendiri, dll lah. Bahkan, seorang
sahabatku pernah nyeletuk,” Kamu itu loh, kak, kok malah menghindari
kesenangan”. Ehm...benarkah? Sepertinya gak salah juga sih. Tapi, kenapa koq
aku seperti itu? Mari kita baca kisahnya......*Teroret roret...........*
Pelarian dan Kesukaanku
Perhatian
orang tuaku yang teralih pada hal lain, membuatku memiliki kebiasaan baru.
Kebiasaan itu adalah berpikir dan merenung. Saat kecil aku lebih cenderung
menghabiskan waktuku seharian hanya untuk menonton tv, dan merenung di kamarku,
dibalik jendela yang diberi terali besi, sambil memandang langit biru yang
berawan.
Banyak yang
kutonton. Aku suka nonton film. Aku suka kartun, terutama kartun Jepang
(anime). Aku suka sesuatu yang memiliki kisah, aku suka menonton sesuatu yang
dengannya aku mendapatkan sesuatu, tidak hanya sekedar hiburan. Karena itulah
aku tidak menyukai serial kartun barat, yang cenderung hanya menyajikan
kelucuan, dan sempet bingung dengan ceritanya, bagiku kartun itu tidak berisi.
Selain itu juga, pola yang disajikan dalam kartun itu selalu sama.
Dari film,
aku belajar tentang realita. Aku menyadari ada begitu banyak konflik, meskipun
itu jarang muncul ke permukaan, atau entah mungkin aku saja yang saat itu gak
tau. Aku tahu banyak perdebatan mengenai keyakinan, dan lain sebagainya. Aku
tahu perselisihan antar dan intra diri manusia. Aku sedikit mengerti
masalah-masalah itu, dan itu menjadi pemicuku untuk memikirkannya.
Dengan
waktuku yang lumayan banyak, aku seringkali menghabiskan waktuku sendiri di
kamar dan merenung, merenung tentang apa yang kulihat, apa yang ku dengar, juga
apa yang kurasakan setiap harinya. Kadang, aku sendiri juga terheran-heran apa
saja yang kulakukan di kamar, yang aku bahkan menghabiskan waktuku mulai pulang
sekolah, hingga waktu tidur hanya untuk di kamar. Aneh, tapi sepertinya tidak
juga aku merasa bosan.
Yang aku
renungkan, tidak hanya tentang “dunia kebahagiaan”, tetapi juga realita yang
begitu kompleks. Ternyata, realita itu sebenarnya suram ya. Ternyata, orang
dewasa itu mengecewakan ya. Aku menemukan banyak kontradiksi, dalam pemikiran
yang ada di sekitarku, dalam realitas yang aku renungkan itu. Aku menemukan
bahwa hidup itu kejam.
Semakin
lama, aku semakin gila dengan pikiranku. Ya, aku menemukan begitu banyak hal.
Aku merasakan begitu banyak kejanggalan. Begitu banyak pertanyaan muncul, dan
terus mengejarku. Sayangnya, pertanyaan ini tidak pernah berkurang. Setiap aku
temukan satu jawaban, maka ribuan pertanyaan akan datang mengikutinya. Aku
muak, aku muak pada dunia. Dan, aku muak pada diriku sendiri.
Terlalu Pedih
Ya,
kenyataan itu terlalu pedih. Kehidupan itu terlalu kejam.
Setiap hari
aku lihat di tv, banyak berita memilukan. Kerusuhan, tangisan, jeritan,
kematian, konflik dan perang. Semuanya selalu tersiar di televisi. Aku masih
ingat, saat aku melihat sebuah siaran tentang kerusuhan ’98, orang-orang yang
bersurban itu yang berteriak teriak gak karuan mengumandangkan nama tuhan,
sambil melakukan kekerasan pada orang lain. Orang-orang yang berlari dengan
truk, sambil berteriak-teriak, entah apa yang mereka teriakkan, aku tidak
ingat. Tetapi, sama mereka sedang berbuat kerusuhan. Jenazah-jenazah yang juga
terfoto di surat kabar. Jenazah itu adalah mahasiswa-mahasiswa, mahasiswa yang
sedang memperjuangkan kebebasan.
Di lain waktu,
aku melihat jerit tangis orang-orang yang kehilangan sanak saudaranya,
orang-orang yang menjadi korban kerusuhan itu. Kulihat raut wajah yang sangat
membuat hati terenyuh, raut wajah anak-anak yang seakan terenggut masa depannya
karena segala kekacauan itu.
Dalam
hidupku sendiri, aku cukup sering melihat ketidakharmonisan dalam keluargaku.
Terkadang aku merasa sebagai pengganggu di keluarga ini.
Alih-alih
Bagiku yang
saat itu masih kecil, aku merasa itu semua terlalu berat. Aku tidak ingin lagi
melihat, mendengar ataupun merasakan semua kepedihan itu. Itu menyakitkan,
sangat menyakitkan. Aku juga tidak ingin lagi berpikir terlalu jauh, tidak
ingin berpikir terlalu liar, membuatku jadi semakin ragu dengan segala yang ada
di sekitarku. Semakin muak dengan kehidupan ini.
Lalu,
aku mulai menutup indraku. Aku berusaha
untuk tidak melihat semua kepedihan itu. Kututup penglihatanku. Aku berusaha
untuk tidak mendengar tangis jerit pilu itu. Aku menutup pendengaranku. Aku
berusaha untuk tidak merasakan kekejaman itu. Aku mengeraskan hatiku.
Aku mulai
menanamkan dan menjejalkan pada diriku sendiri. Berusaha untuk tidak memiliki
pemikiran yang terlalu berbeda dengan
sekitarku. Aku berusaha untuk menemukan diriku, sambil berlari pada tokoh-tokoh
imajinasi, yang indah. Kupikir dengan begitu aku tidak akan lagi merasakan
semua yang kurasakan sebelumnya.Aku berusaha mengalihkan diriku untuk
“menikmati” hidup. Aku berusaha mencari kesenangan, sesuatu yang bisa membuatku
menikmati berlalunya waktu
Namun, tidak
pula usahaku menutup indraku itu menghasilkan apapun. Seberapapun aku menutup penglihatanku,
aku masih dan selalu melihatnya kepedihan itu. Seberapapun aku menutup pendengaranku,
masih saja ku dengar jerit tangis pilu itu. Seberapapun aku mengeraskan hatiku,
masih saja aku merasakan kekejaman itu. Semua itu masih kurasakan. Semua
kesedihan itu tidak pernah benar-benar hilang dari diriku, tidak pernah
sekalipun!! Justru semakin hari kurasakan semua itu semakin kuat, menanamkan
akarnya dalam diriku, mengendalikanku tanpa aku sadari. Membuat kemarahan dan
kebencianku semakin kuat.
Semua yang
aku jejalkan pada diriku sendiri, semua yang aku usahakan untuk menjadi tokoh
imajinasi itu justru membuatku kehilangan diriku sendiri. Ya, aku memaksakan
pemikiranku untuk sama dengan orang lain. Aku memaksakan diriku untuk tegar dan
selalu tegar, padahal nyatanya aku sangat lemah!! Aku berusaha menjadi
sempurna, seperti tokoh itu, menjadi dan memiliki kehidupan biasa yang
“sempurna”. Tapi, seberapa kerasnya aku berusaha, tetap saja, semua itu tidak
pernah sekalipun membantuku.
Semua
kesenangan yang aku coba untuk nikmati, nyatanya tidak pernah memberiku
kebahagiaan yang selama ini selalu aku cari. Semua itu, hanya membuatku semakin
merasakan kehampaan dalam hidupku. Hanya membuatku semakin kehilangan gairah
hidup.Bahkan, aku mulai tidak mengerti apa yang kuinginkan. Aku bahkan tidak tahu,
apakah aku masih ingin hidup atau tidak. Semuanya terasa begitu absurd.
Mungkin jauh
di dalam hatiku, aku sadar bahwa saat itu aku sedang berbohong pada diriku
sendiri. Aku sedang membuat diriku menjadi orang lain. Aku sedang menekan dan
menyiksa diriku sendiri. Hanya karena, hanya karena aku merasa tidak kuat.
Hanya karena aku merasa takut. Semua itu kulakukan dengan percuma, tanpa hasil,
hanya menambah lukaku semakin dalam dan dalam. Hanya membuatku semakin tidak
peduli pada segalanya, juga pada diriku sendiri. Menyakiti orang lain, juga
diriku sendiri.
Hem....
panjang banget ya ternyata. Lanjut di posting yang lain aja deh..... ^^
It’s my
past, that’s all.
14 comments
Write commentsthat's your past, hope the present is more better... :))
Replywell, that's my past. now, it's much better. baca aja yang selanjutnya, perubahannya.
Replyoke..lets see what will happen then...
Replyjreng jreeng jreeeng....
betewe, jangan racuni dirimu dengan berita di TV atau di koran. -- that's not really good.
@mas huda : tuing tuing.... *geje
Replyah, itu dulu koq mas, waktu SD atau SMP atau SMA yah?gak tau lah. lupa saya, ingatan saya kecampur. hahahaha..... XD
aku juga suka meluangkan waktu untuk sendirian, kepalaku kdg menjadi "tempat sampah yang udah penuh" dan aku perlu waktu sendirian untuk mengosongkannya serta menjadikannya bersih lagi :D
Reply@luchie : iya. utkku, sepertinya menyendiri itu seperti nge-charge diriku.
Reply@luchie : o iya, makasih ya, udah berkunjung.... ^^
Replyya jangan lihat berita kalo takut resah
Replyaku saja lebih sering nonton film di PC daripada TV
wah, aku juga suka ingat2 masa lalu nih.
Replyyang penting kedepannya lebih baik lagi.
salam kenal:)
nice...pencarian diri karena perkataan teman...yaaaaah...masa lalu memang untuk kita ambil hikmahnya...
Replysalam :)
@john : itu dulu. lagipula gak ada gunanya gak liat berita tapi di sekitar kita, kita terus melihat dan merasakannya sendiri. gak ada gunanya berlari, karena realitas itu masih saja tetapa da di sekitar kita. seperti yang kubilang, gak ada gunanya menutup mata, telinga ataupun hatiku, karena aku masih dapat melihat, mendengar dan merasakannya dengan jelas di sekitarku.
Reply@nova : iya, harus itu. hehe... :)
Reply@nifri : pencarian diri karena perkataan teman?
em...iya, untuk dipelajari. salam juga ya...
memang noton kartun mengasikan. aku suka noton si pemilik topi jerami alias rufi. hehehehe
Reply@dede : yup, yup. tapi, sayangnya aku jarang bisa liat kartun lagi, sibuk soalnya.... T^T
ReplyMari bercuap-cuap :D