Kritik Bukan Saran #5 - Menyeleksi Kritik

10/10/2016 0 Comments A+ a-

Jika belum membaca artikel sebelumnya, lebih baik membaca artikel yang sebelumnya : 
  1. Kritik Bukan Saran
  2. Constructive Criticism
  3. Etis Dalam Kritik
  4. Perlunya Selektif Mengikuti Kritik

Menurut saya, beberapa hal utama yang harus dimiliki yakni pemahaman mengenai konsep diri yang jelas dan pemahaman terhadap kapasitas diri kita serta manusia pada umumnya – itu jika kritik yang kita terima adalah tentang konsep atau pembawaan diri kita. Hal ini diperlukan agar kita paham perubahan yang seperti apakah yang mampu kita tangani, sehingga kita tidak terlalu memaksakan diri untuk berubah yang justru tidak jarang malah membawa pada dampak yang buruk. Jika hanya menilai kapasitas diri menurut pendapat kita saja, tidak jarang malah berakhir jadi sekedar alasan untuk menghindar dari perubahan yang tidak kita sukai. Karena itulah, kita juga perlu memahami secara umum dan membandingkan kapasitas kita sebagai individu dan sebagai manusia pada umumnya sejauh apa kita berpotensi untuk mengubah diri kita. Dan jangan lupa untuk mengukur sejauh dan seberat apakah konsekuensi yang menanti kita dibalik setiap pilihan dan perhitungkan pula bagaimana kita nanti akan menanggung, menjalani dan mengelola konsekuensi dari perubahan-perubahan tersebut.

Akan menjadi sangat lebih baik lagi jika ditambah dengan cita-cita atau tujuan atau konsep hidup yang jelas tentang bagaimana kita ingin menjalani dan memanfaatkan hidup kita. Dengan begitu, kita dapat mengukur mana kritik yang harus kita ikuti karena mengarahkan pada tercapainya cita-cita kita, atau mana kritik yang tidak harus atau bahkan tidak boleh kita ikuti karena akan menjauhkan kita dari tujuan, cita-cita dan konsep hidup yang ingin kita jalani.

Lain masalahnya jika yang menjadi topik kritik adalah hal lain di luar diri kita, maka kita harus paham betul tentang apa yang sebenarnya sedang kita lakukan. Hal minimal yang perlu kita paham disini adalah mengenai kenapa dan untuk apa kita melakukannya dan memilih cara tersebut untuk melakukannya.

Misalnya saja dalam kisah si ayah, anak dan keledainya di posting sebelumnya, seharusnya mereka paham betul alasan di balik keputusan mereka untuk membawa keledai tersebut dan pilihan mereka di awal perjalanan agar si keledai ditunggangi oleh si ayah. Apabila sebenarnya memang mereka membawa si keledai untuk meringankan perjalanan mereka berdua, akan tetapi keledai yang mereka miliki hanya 1 dan berukuran kecil sehingga hanya mampu membawa 1 orang, saya kira keledai itu dapat digunakan secara bergantian, terlepas apa yang dikatakan orang-orang di sekitar mereka, selama yang melakukannya tidak keberatan dan memang itu dapat menyelesaikan masalah mereka, mengapa tidak? Toh, mereka bukannya tidak mempertimbangkan pertimbangan yang diutarakan oleh orang-orang tersebut. Tapi orang-orang itulah yang tidak memahami pertimbangan kedua orang ini memilih untuk bertindak demikian.  Karena pada dasarnya dengan cara yang demikian, baik sang ayah yang tua maupun anaknya yang masih kecil dapat berbagi beban; tidak semua bagian yang sulit dikerjakan satu orang seperti yang dipikir oleh orang-orang di sekitarnya; pun tidak pula terlalu memberatkan si keledai dengan membebankan lebih dari yang batasan yang bisa dipikul oleh si keledai kecil itu. Dan tidak pula membawa serta keledai tersebut menjadi hal yang sia-sia dan malah membebani kita hanya karena kita berusaha memenuhi semua keinginan orang lain tanpa paham dan teguh terhadap apa yang kita lakukan adalah memang benar.

Sekiranya kedua orang ini ingin agar orang-orang yang melihat mereka tidak salah paham, maka saya kira tidak salah si bapak dan anak menjelaskan sebab dari apa yang mereka lakukan pada orang–orang tersebut. Dengan begitu, orang-orang tersebut akan lebih memahami pertimbangan di balik tindakan kedua orang ini dan (mungkin) tidak lagi menggunjingkan mereka, selebihnya bisa jadi orang-orang ini bisa memberi kritik dan mungkin akan muncul pula solusi yang lebih baik, siapa tahu saja ada yang mau meminjamkan tunggangan untuk mereka agar masing-masing mendapatkan tunggangan secara adil.

Meski memang tidak bisa dipungkiri bahwa pendapat kita atas diri  dan konsep hidup kita tidak selalu benar, ada kalanya masih dikritik pula oleh orang lain dan perlu diperbaiki, terutama jika memang nyatanya kritik tersebut benar dan sangat dibutuhkan demi kebaikan diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita. Sekalipun begitu, saya kira memiliki hal-hal tersebut tetap sangat penting dan dapat meminimalisir resiko seperti yang terjadi pada si bapak, anak dan keledainya pada kisah sebelumnya.

Di postingan selanjutnya, saya akan berbagi bagaimana cara saya menghadapi kritik. Tapi itu bukan berarti cara yang saya pilih adalah yang terbaik bagi semua orang di antara semua cara yang ada. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, soal cara adalah hak masing-masing orang untuk memilih dan "memodifikasi"-nya.

Mari bercuap-cuap :D