Soal hitungan Matematika
Beberapa waktu lalu, lagi ramai masalah tentang soal seorang anak SD yang disalahkan oleh gurunya, padahal kakak yang mengajarinya merasa yang dikerjakan adiknya itu sudah benar. Bahkan kasus ini kemudia mengundang para profesor untuk berdebat. Dan saya tertarik untuk membahasnya.
Persoalannya :
Dalam tugas tersebut, Erfas mengajarkan adiknya cara perkalian yang menurutnya lebih mudah dipahami anak kelas 2 SD. Yaitu 4+4+4+4+4+4 = 4 x 6 = 24, dengan alasan empatnya ada enam kali. Saat itu dia tidak berpikir posisi angka 4 dan 6, karena hasilnya sama saja, dan soalnya "=....x....="."
Sumber : liputan6.com
Soal perdebatan 2 profesor :
1. Prof. Fisika => mengatakan bahwa posisi dalam perkalian itu ada artinya dan tidak bisa sembarangan di balik. Kutipannya :
Matematika GASING: 6 x 4 atau 4 x 6 ?
Berapa jeruk dalam 2 kotak berisi masing-masing 4 jeruk?
Jawabnya adalah 4 jeruk + 4 jeruk
Kalimat “Berapa jeruk dalam 2 kotak berisi masing-masing 4 jeruk ?”
boleh ditulis
2 kotak x 4 jeruk/kotak =
disingkat
2 x 4 jeruk =
Jadi
2 x 4 jeruk = 4 jeruk + 4 jeruk
Selanjutnya kita tulis
2 x 4 = 4 + 4 (kesepakatan)
Dengan kesepakatan itu kita boleh menulis :
6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4
4 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6
Kesimpulan:
Ketika menghitung 6 x 4 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 6 kotak berisi masing-masing 4 jeruk. Jadi 6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4
Ketika menghitung 4 x 6 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 4 kotak berisi masing-masing 6 jeruk. Jadi 4 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6
Dengan logika kotak dan jeruk ini, lebih mudah bagi kita untuk mengerti tidak hanya soal-soal cerita perkalian tetapi juga berbagai operasi matematika seperti 28:7 = atau 4a + 4b = 4 (a + b) dsb.
2. Profesor Matematika
lantas merespons penjelasan Surya yang juga dimuat di media massa online itu, antara lain dengan menyebut bahwa “ini ilmu alam, bukan Matematika”.
Berikut beberapa respons Iwan berikutnya terkait penjelasan itu, lewat akun Twitter-nya:
“Di ilmu alam, kita mengamati alam, lalu berteori. Di Matematika, kita berteori dan bernalar dengannya, menjelajah berbagai inferensinya.“Jika mendefinisikan perkalian dengan situasi di alam/kejadian di kenyataan, perkalian jadi gagasan yang tergantung alam. Math is not like that.
“Jika teori ilmu alam berbeda dengan kenyataan, maka teori itu gugur. Tidak demikian dengan Matematika.
“Jika suatu pernyataan matematika bertentangan dengan fenomena alam/kenyataan, ya biarkan saja. Math is not about nature.
“Secara becanda, matematikawan akan berkata bahwa karena alam/semesta yang tak ideal, akhirnya teori matematika tak sesuai dengan fenomena alam.
“Yang salah itu alam/semesta, bukan salah matematikanya, karena matematika lebih ideal dari kenyataan/alam.
“Persamaan/pernyataan matematika itu kekal. Lebih kekal dari alam.”
Sumber : suara.com
Dari kedua pembahasan profesor ini, dapat kita simpulkan bahwa perkalian dalam matematika baru akan bersifat relatif (pemosisian harus sesuai dengan letaknya) jika angka dalam perkalian tersebut dikaitkan dengan variabel realitas tertentu. Terutama untuk menerjemahkan/menyederhanakan suatu realitas dalam angka.
Tapi, jika hanya berupa angka (dalam hal ini matematika murni). Maka pemosisian tersebut tidak akan berarti jika terbalik antara 4 x 6 maupun 6 x 4. Karena dalam matematika yang paling penting adalah hasil yang benar. Sama seperti pemahaman saya selama ini, bahwa dalam matematika cara yang kita gunakan tidak masalah jika berbeda selama hasilnya benar (dengan asumsi perhitungannya juga benar), dan selama kita memahami asal muasal dan logika konsep itu dengan baik.
Sudut Pandang Pendidikan
Dari sudut pandang pendidikan, maka saya akan mengatakan bahwa jawaban si anak ini benar. Karena :
1. Yang dipelajari disini ilmu matematika dasar. Dengan kata lain, matematika murni.
2. Saya kira seharusnya target kompetensi anak seukuran kelas 2 SD adalah mampu melakukan perhitungan dengan baik. Bukan memahami konsep matematika yang kaitannya dengan realitas, maupun kesepakatan dalam dunia matematika. Sehingga, seharusnya pendidik tidak menilai berdasarkan pengetahuannya, tapi berdasarkan kebutuhan kompetensi siswa dan tingkat pendidikannya. Saya kagum terhadap idealisme sang guru untuk mengajarkan konsep yang benar sesuai dengan yang ia pahami, tetapi akan lebih baik jika sang guru juga mampu menyesuaikan pengetahuannya dengan konteks kepengajarannya.
Seandainya pun ada soal matematika di SD yang butuh menerjemahkan realitas(soal cerita) dalam kalimat matematis itu konteksnya hanyalah pada perhitungan, bukan pada konsep yang lebih rumit tentang mengaitkan kalimat matematis dengan realitas. Kecuali, jika konsep rumit tersebut diajarkan pada tingkatan yang lebih tinggi.
Akan menjadi terlalu rumit jika konsep matematika seperti yang dijelaskan oleh si profesor fisika diajarkan pada anak kelas 2 SD. Bukan ingin merendahkan kemampuan anak-anak, tetapi hendaknya target materi harusnya disesuaikan dengan tingkatannya. Dan bukankah SD itu adalah tingkatan Dasar? Maka yang sewajarnya adalah materi matematika dasar lah yang dijadikan target pembelajaran.
Seandainya pun ada soal matematika di SD yang butuh menerjemahkan realitas(soal cerita) dalam kalimat matematis itu konteksnya hanyalah pada perhitungan, bukan pada konsep yang lebih rumit tentang mengaitkan kalimat matematis dengan realitas. Kecuali, jika konsep rumit tersebut diajarkan pada tingkatan yang lebih tinggi.
Akan menjadi terlalu rumit jika konsep matematika seperti yang dijelaskan oleh si profesor fisika diajarkan pada anak kelas 2 SD. Bukan ingin merendahkan kemampuan anak-anak, tetapi hendaknya target materi harusnya disesuaikan dengan tingkatannya. Dan bukankah SD itu adalah tingkatan Dasar? Maka yang sewajarnya adalah materi matematika dasar lah yang dijadikan target pembelajaran.
Ini bukan berarti menjadi salah gurunya, justru bisa menjadi kesalahan ada pada kurikulum pendidikan jika kurikulum pendidikan kita jika menargetkan kemampuan pemahaman ini sebagai target kompetensi siswa. Karena itu berarti kurikulum pendidikan kita yang tidak mampu mengukur target kompetensi yang sesuai dengan tingkatan siswa.
Sekian pembahasan saya. Semoga ke depannya pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Amiiin.
Mari bercuap-cuap :D