Autopilot Mode

1/28/2016 0 Comments A+ a-

Pernahkah kalian dalam “Autopilot  Mode”?

Autopilot yang saya maksud disini bukan “Autopilot  Mode” semacam yang ada di pesawat terbang yang dijalankan oleh mesin. Maksud saya lebih pada kondisi dimana kita mengerjakan aktifitas dengan tingkat kefokusan yang rendah. Saya sih biasanya menyebutnya "setengah sadar". Maksudnya bukan semacam jalan sambil tidur gitu lho. Biasanya sih, kalo saya berada dalam kondisi ini saat saya sedang mengalihkan kefokusan saya untuk memikirkan suatu hal. Alhasil, karena kefokusan saya banyak tersita oleh proses berpikir saya, akhirnya saya jadi agak kurang "sadar" saat melaksanakan aktifitas lainnya di dunia riil.

Nah, meski dalam kondisi yang "setengah sadar", biasanya sih aktifitas-aktifitas itu masih bisa dilakukan dengan baik, soalnya aktifitas itu biasanya bersifat rutinitas, mudah, refleks, atau membosankan, misal seperti menyetir, mandi, makan, nulis, jalan kaki, cuci baju, cuci piring, dkk. Buat saya sih kebiasaan mengaktifkan autopilot ini membantu saya untuk keluar dari kebosanan, memanfaatkan "waktu" untuk berpikir, atau menghemat tenaga karena ga perlu harus banyak mempertahankan kefokusan untuk kegiatan-kegiatan macam yang sebutkan tadi.

Tapi ada juga kasus di luar biasanya dimana “Autopilot  Mode” ini justru bikin kacau atau malah bawa potensi bahaya. Misalnya saja saat menyetir, saya pernah beberapa kali salah jalan atau kesasar karena autopilot ini, bahkan pernah juga menyetir sepeda motor dalam keadaan setengah tidur (udah bukan lagi setengah sadar euy!) karena kebawa ngantuk efek dari tenggelam dalam pikiran sendiri dan kecapekan. Selain itu juga sebenernya nyetir dalam mode ini potensi kecelakaannya lebih besar. Meski soal refleks nyetir untuk menghindar, nyalip kendaraan lain, berhenti,dkk masih berjalan dengan baik, tetapi rentang keluasan lingkungan yang bisa saya fokusi sangat terbatas. Tapi karena saya biasanya nyetir sepeda lebih dari 1 jam, akhirnya saya ga bisa mengendalikan diri saya untuk mempertahankan kefokusan saya selama menyetir. Soalnya bagi saya menyetir itu aktifitas yang hanya membutuhkan sedikit tenaga, dan mubazir dong kalo menghabiskan waktu lebih dari 2 jam (bolak-balik) cuma buat termangu nyetir ngeliatin motor lalu lalang di depan kita. Buat saya sih, mending dibuat mikir, atau minimal ngelamun lah... Wkwkwk....

Ga cuma pas nyetir, pas mandi pun kadang-kadang terjadi masalah. Saya pernah juga hampir saja pakai sabun cuci muka buat odol, sampo buat sabun badan atau sabun buat sampo rambut. Untungnya saya belum pernah keracunan karena ini *semoga tidak terjadi ya. Aamiin....

Saat makan pun bukan ga pernah terjadi masalah. Bukan soal salah memasukkan makanan ke hidung, atau salah nyampur sambel, saos, kecap, dkk sih. Cuma kadang saya jadi kelupaan kalau saya sedang makan. Alhasil, proses makan saya jadi terhenti, atau saya lupa ga mengunyah makanan dan hanya menyimpannya dalam mulut saya karena ngelamun atau sedang mikir. Makanya, ga heran kan, kalau saya makannya lama banget. Dan parahnya, kadang kalau pikirannya lagi buruk tuh suka bikin jadi ga nafsu makan, makanan favorit aja bisa jadi hambar gara-gara ini. Oh iya, dulu orangtua juga sering ngomel gara-gara saya suka lama nyimpen makanan di dalam mulut dan ga dikunyah-kunyah, plus ngelamun saat makan. Dulu pas masih kecil sih masih ga sadar kalau saya sering melakukan ini, dan akhirnya sekarang saya sudah paham kenapa saya melakukan itu.

“Autopilot  Mode” saat jalan kaki juga kadang-kadang bawa masalah yang sama dengan nyetir : nyasar. Ga cuma itu, saat bertemu dengan teman jadi ga sadar dan ga nyapa. Padahal ini bisa bikin orang salah paham kalau saya itu angkuh dan sombong. Tapi masalahnya sama juga seperti menyetir: berjalan itu butuh tenaga sedikit dan membosankan bagi saya, masih lebih baik kalau dimanfaatkan buat yang lain. Oh iya, baru-baru ini saya sempat ga sadar kehilangan STNK gara-gara kebiasaan saya satu ini.

Masalah dari “Autopilot  Mode” yang saya temui saat cuci baju dan cuci piring masih belum ada yang begitu parah sih, paling piring atau gelas yang pecah karena kurang pas megangnya.

Mungkin karena terbiasa dalam "Autopilot Mode", saya jadi terbiasa dalam kondisi pikiran yang "absent-minded", Kadang-kadang ke-absent-minded-an saya ini parah, sampai-sampai antara pikiran dan tindakan sering ga match. Paling sering sih, antara yang ditulis atau di omongkan ga cocok dengan maksud pikiran saya. Tapi, akhir-akhir ini jadi makin parah sampai-sampai merambat pada orientasi waktu saya. Seperti yang terjadi baru-baru ini saat ada janji untuk diskusi dengan salah satu dosen saya. Maksud pikiran sih, berangkatnya pukul 8 pagi, karena waktu yang disepakati adalah pukul setengah sembilan pagi (butuh waktu setengah jam untuk sampai kampus). Tapi entah kenapa bagian pikiran saya lainnya justru menggambarkan waktu setengah 9 tadi di jarum jam sama seperti pukul 9. Alhasil, pukul 8 yang harusnya saya sudah berangkat malah belom mandi dan barusan selesai memasak. Saat itu saya baru sadar bahwa waktu janjian adalah setengah 9 pagi yang jarum jamnya yang pendek harusnya menunjuk ke bagian tengah antara angka 8 dan 9 dan yang panjang menunjuk pada angka 6; bukan jarum pendek menunjuk pada angka sembilan dan jarum panjangnya menunjuk pada angka 12. Padahal saya sudah berkali-kali liatin jam biar ga telat lho, soalnya dosen ini ga suka "ditelatin". Tapi, tetap saja saya baru menyadarinya jam 8 itu, mungkin karena dengan gambaran saya yang sebelumnya tentang "pukul setengah 9", saya juga turut menggambarkan saya harus bersiap-siap 1 jam sebelumnya, yang harusnya sih jam setengah 8 (tapi malah jadi tergambarnya jam 8). Ya mau bagaimana lagi, jadi telah lah saya, si dosen sudah pergi dan sepertinya marah karena sikap saya itu. Waktu itu saya cuma bisa nyesel, tapi nasi udah jadi bubur ya mau diapain lagi. Padahal harusnya kalau bubur kan masih enak dimakan dan sehat yah? *OOT

Orang-orang sih kayaknya bakal ga percaya hal yang seperti saya ceritakan barusan itu bisa terjadi dan dianggap cuma cari-cari alasan gitu. Padahal bisa lho itu terjadi, dan saya amat sangat ga jarang mengalami ini. Apalagi kalau saat itu saya sedang lelah fisik dan psikis, ditambah banyak pikiran dan kegiatan padat. Padahal kalau cuma cari-cari alasan bakalan lebih logis kalau cari alasan yang lebih canggih kan ya biar bisa diterima gitu. Makanya saya jadi males jelasin kalau hal kayak gini terjadi, apalagi memang jelasinnya itu ribet banget. Bagi orang yang mengenal betapa "absent-minded"-nya saya, mungkin agak lebih mudah percaya, tapi untuk yang ga bener-bener kenal saya sepertinya mau ngedengerin aja kayaknya engga deh.

Well, sekian curhatan saya soal “Autopilot  Mode” versi saya ini. Ternyata lumayan banyak juga ya masalah yang ditimbulkan. Meski begitu, saya tetap memilih untuk mengaktifkan mode ini, afterall it helps me alot even after the problem it brings. Tapi, sepertinya memang saya harus bisa lebih aware dan sadar diri di saat-saat yang penting, berkali-kali lipat dari biasanya!

Mari bercuap-cuap :D