"Fine"

8/10/2017 2 Comments A+ a-

Banyak kutipan yang menyatakan bahwa saat seseorang mengatakan dia baik-baik saja aka "fine", sebenarnya itu bukanlah makna yang sebenarnya. Kata "fine" seringkali digunakan untuk menutupi rasa sakit yang dirasakan, bahkan pula untuk menyembunyikan keinginan agar ada orang yang mengulurkan tangan untuk menolongnya.

Saya tidak begitu paham, mengapa banyak orang yang menyatakan hal yang berbeda dari apa yang ia rasakan, bahkan dari apa yang sebenarnya ia inginkan. Meski dalam kamus saya, "fine" memang tidak selalu berarti semua sepenuhnya dalam kondisi baik-baik saja. Tapi, bagi saya "fine" berarti saya memahami apa yang sedang saya hadapi, dan saya siap menanggung resiko serta menjalani konsekuensi dari pilihan saya. Saya berkata "fine", karena saat saya berkata demikian, artinya saya telah menetapkan pada diri saya bahwa saya harus melalui itu. Meski bukan berarti saya tidak akan mengeluh, kesakitan, merasa kesulitan, atau hampir putus asa. Tapi, entah bagaimana, saya harus melaluinya, itulah yang saya tekankan pada diri saya.

Dan saya tidak begitu suka berbohong tentang apa yang saya rasakan. Setidaknya, saya tidak ingin melakukannya lagi. Karena menurut saya pribadi, tidak ada yang bisa didapatkan dari sikap seperti itu. Dan, agaknya kita kurang bertanggung jawab pada diri dan keinginan kita sendiri jika kita berpura-pura seakan semua baik-baik saja padahal tidak demikian, padahal sebenarnya kita mengharapkan bantuan orang lain. Bagi saya, saat anda tidak baik-baik saja dan mengharapkan bantuan orang lain, bentuk dari tanggung jawab terhadap diri dan keinginan kita sendiri adalah dengan mengakuinya dan menyatakan pada orang lain bahwa kita memang memerlukan bantuan.

Saya ingin belajar untuk jujur dan bertanggung jawab pada diri saya sendiri dengan memilih sikap seperti ini. Karena itulah, saat saya benar-benar merasa tidak bisa "fine" saya tidak menyatakan saya baik-baik saja, tapi jadi panik.... #eaaa...

Yah, saya memang belum expert soal mental sih. Tapi setidaknya inilah proses belajar saya ^^

2 comments

Write comments
M. Hudatullah
AUTHOR
10 Agustus 2017 pukul 19.11 delete

karena kita merating kebahagiaan terlalu tinggi. kesedihan dicap kelemahan. ketakbahagiaan dicap aib. kita cap penyakit. Akhirnya kita menyimpannya untuk diri masing-masing, khawatir hal-hal negatif itu juga menular ke orang lain.

Reply
avatar
Dani Maulana
AUTHOR
17 Agustus 2017 pukul 15.23 delete

Oh jadi saya salah menggunakan kata fi e. Ok fine...

Reply
avatar

Mari bercuap-cuap :D