"Kelaparan" Tanya Kenapa???
Beberapa waktu yang lalu, semua media massa sedang gencar-gencarnya memberitakan tentang kelaparan yang dialami oleh 1 keluarga di makassar. Hampir semuanya meninggal dalam kejadian tersebut. Hal ini menggemparkan, bukan hanya bagi bangsa Indonesia tapi juga bagi masyarakat dunia.Karena selama ini Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alamnya, yang terkenal dengan keramahan penduduknya. Namun, bagaimana bencana ini bisa terjadi? Padahal Indonesia memiliki predikat tersebut.
Sebenarnya 'kelaparan' bukanlah masalah baru di Indonesia. Masalah kelaparan identik dengan kemiskinan. Masalah kemiskinan ini masih saja menjadi dilema yang pelik bagi Indonesia. Semakin lama, jumlah orang miskin di Indonesia tidak berkurang, bahkan bertambah. Jadi, jika dilihat dengan sudut pandang ini, maka kelaparan adlah hal yang wajar. Sering kita temui bayi maupun balita yang kekurangan gizi akibat dari terbatasnya biaya untuk pemenuhan gizi. Tidak jarang pula, ditemukan pengemis yang mati karena kelaparan.
Seringkali kasus kelaparan yang terjadi seperti kasus di Makassar, terjadi bukan karena empati sosialnya yang kurang. Tetapi, karena memang masyarakat di sekitanya pun mengalami nasib yang tidak jauh beda. Karena itulah, mereka pun tidak mampu menolong tetangganya.Bagi mereka untuk menghidupi keluarganya sendiri pun belum tentu mampu.Kita pun tidak bisa sepenuhnya menyalahkan masyarakat sekitarnya.Apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok semakin menambah pelik permasalahan ini.
Namun, masyarakat Indonesia pun tidak semuanya miskin.Ada pula yang hidup berkecukupan maupun lebih. Lalu, dimanakah mereka saat yang lainnya memerlukan bantuan dan uluran tangan dari mereka? Hal ini merupakan tanda tanya besar yang ada di benak orang-orang kecil layaknya korban bencana ini.Padahal mereka adalah harapan bagi mereka yang berada dalam kemiskinan.
Pada kenyataannya, seiring dengan masa modernisasi dan globalisasi ini, banyak nilai-nilai yang masuk ke Indonesia, seperti hedonisme, materialisme, dan liberalisme. Semakin banyaknya nilai-nilai yang seperti ini, membuat masyarakan Indonesia menjadi individualis dan lebih mementingkan materi, kesenangan ataupun kebebasannya sendiri ketimbang hal yang lainnya.Tidak heran jika semakin lama masyarakat Indonesia justru semakin kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang ramah.
Tentunya, kita tidak mau bangsa kita menjadi bangsa yang egois, dan negara kita seterusnya menjadi negara miskin. Karena itulah, hendaknya mulai sekarang kita mulai membangun kembali kepedulian dan rasa empati sosial kita mulai dari sekarang.Jangan hanya diam terpaku melihat semua ini terjadi.Segeralah bertindak, jadilah pioneer untuk mengentaskan masalah ini.
Begitu pula dengan pemerintah, jangan hanya menebar janji kosong, mengatakan sesuatu yang akan hilang bagaikan debu yang terbawa angin lalu.Buktikan bahwa memang pemerintah ingin menuntaskan masalah ini!!
Sebenarnya 'kelaparan' bukanlah masalah baru di Indonesia. Masalah kelaparan identik dengan kemiskinan. Masalah kemiskinan ini masih saja menjadi dilema yang pelik bagi Indonesia. Semakin lama, jumlah orang miskin di Indonesia tidak berkurang, bahkan bertambah. Jadi, jika dilihat dengan sudut pandang ini, maka kelaparan adlah hal yang wajar. Sering kita temui bayi maupun balita yang kekurangan gizi akibat dari terbatasnya biaya untuk pemenuhan gizi. Tidak jarang pula, ditemukan pengemis yang mati karena kelaparan.
Seringkali kasus kelaparan yang terjadi seperti kasus di Makassar, terjadi bukan karena empati sosialnya yang kurang. Tetapi, karena memang masyarakat di sekitanya pun mengalami nasib yang tidak jauh beda. Karena itulah, mereka pun tidak mampu menolong tetangganya.Bagi mereka untuk menghidupi keluarganya sendiri pun belum tentu mampu.Kita pun tidak bisa sepenuhnya menyalahkan masyarakat sekitarnya.Apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok semakin menambah pelik permasalahan ini.
Namun, masyarakat Indonesia pun tidak semuanya miskin.Ada pula yang hidup berkecukupan maupun lebih. Lalu, dimanakah mereka saat yang lainnya memerlukan bantuan dan uluran tangan dari mereka? Hal ini merupakan tanda tanya besar yang ada di benak orang-orang kecil layaknya korban bencana ini.Padahal mereka adalah harapan bagi mereka yang berada dalam kemiskinan.
Pada kenyataannya, seiring dengan masa modernisasi dan globalisasi ini, banyak nilai-nilai yang masuk ke Indonesia, seperti hedonisme, materialisme, dan liberalisme. Semakin banyaknya nilai-nilai yang seperti ini, membuat masyarakan Indonesia menjadi individualis dan lebih mementingkan materi, kesenangan ataupun kebebasannya sendiri ketimbang hal yang lainnya.Tidak heran jika semakin lama masyarakat Indonesia justru semakin kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang ramah.
Tentunya, kita tidak mau bangsa kita menjadi bangsa yang egois, dan negara kita seterusnya menjadi negara miskin. Karena itulah, hendaknya mulai sekarang kita mulai membangun kembali kepedulian dan rasa empati sosial kita mulai dari sekarang.Jangan hanya diam terpaku melihat semua ini terjadi.Segeralah bertindak, jadilah pioneer untuk mengentaskan masalah ini.
Begitu pula dengan pemerintah, jangan hanya menebar janji kosong, mengatakan sesuatu yang akan hilang bagaikan debu yang terbawa angin lalu.Buktikan bahwa memang pemerintah ingin menuntaskan masalah ini!!
Mari bercuap-cuap :D