"That Day" (Part 1)

1/24/2011 0 Comments A+ a-

Subuh itu, saat tengah tertidur. HapeQ berdering, ada seseorang yang menghubungiQ. Saudara jauh, tanteQ, adik perempuan papaQ, dengan nada yang terdengar sedikit gelisah, ia bertanya padaQ, apa yang terjadi pada papa. Terlintas dalam pikiranQ, ada apa? Apa yang terjadi?Aneh, tumben sekali saudara jauh itu menghubungi langsung ke nomorQ, kenapa tidak menghubungi ke nomor orang rumah saja? Namun, Qacuhkan pertanyaan-pertanyaan itu ke pojok pikiranQ. Dengan nada yang mengantuk, Qjawab saja setiap pertanyaan darinya itu dengan kata tidak tahu. Karena aku pun sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi.
Pertanyaan-pertanyaan itu Qsingkirkan, karena beberapa saat sebelumnya, aq sempat mengirim pesan pada mamaQ, dan beliau pun menjawabnya tanpa ada bahasa yang aneh sedikitpun, seperti biasa, pikirQ. Karena itulah, aq tidak terlalu banyak berpikir. Plus, aq mengira, bahwa mungkin papa sedang sakit. Jadi wajar saja tanteQ itu khawatir. Walaupun masih saja sangat aneh, namun mataQ yang sangat berat, memaksaQ untuk tidur kembali.


Saat Qbuka mataQ, Qlihat ada pesan yang tak terbaca di hapeQ. Pesan itu dari mama, isinya menyuruhQ untuk segera pulang. Namun, saat Qtanyakan alasananya, sekalipun sedikit memaksa, namun tetap saja mama tidak memberitahukan alasannya.Sekali lagi, aneh. Tidak mungkin, jika mama mengira aq sedang kuliah, tetapi tetap bersikeras menyuruhQ pulang, jika tidak ada sesuatu yang sangat darurat. Pasti ada sesuatu.

Lalu, terlintas dalam pikiranQ, telepon yang Qterima sebelumnya, tiba-tiba saja terpikir...Jangan-jangan....Pasti yang terjadi adalah sesuatu yang sangat gawat.Ada apa?Sambil menepis kemungkinan terburuk yang ada dalam pikiranQ, aq segera mandi dan bersiap untuk pulang ke rumah dengan terburu-buru.

Lama, berbagai hal dalam pikiranQ berkecamuk. Namun akhirnya, sepertinya aq sedikit merasakan bahwa kemungkinan yang terburuk itu telah terjadi. Hal ini juga karena seorang saudara, karyawannya papa, menghubungiQ berkali-kali di tengah jalan, ia memintaQ untuk berhati-hati di jalan. Aneh, pikirQ. Selama ini, gak pernah sekalipun ia berkata-kata seperti itu padaQ. Seakan berpesan bahwa berhati-hati, jangan sampai terjadi lagi, sesuatu yang fatal. Walaupun ia berusaha berkata dengan nada yang tenang, tapi aq tetap merasa, ada sesuatu di balik kata-kata dan nada bicara itu. Dan, tetap saja, di tengah jalan, berkali-kali aq mendapat pesan dari adik dan mamaQ, agar cepat pulang dan menanyakan lokasiQ. Semua itu, semakin menambah keyakinanQ, bahwa memang yang terburuk itulah yang terjadi.


Lalu, yang pertanyaan berkecamuk dalam pikiranQ, bukan lagi apa yang terjadi, tapi, apa yang harus Qlakukan, bagaimana aq harus menghadapi semua ini. Juga beberapa pikiran, yang sejak kecil menghantuiQ, yang sejak kecil selalu Qpertanyakan, kesiapan dan caraQ menghadapinya. Beberapa hal telah Qpikirkan, untuk menyiapkan mentalQ menghadapi semua ini. Walaupun, telah Qpikirkan banyak hal tentang itu, namun tetap saja, aku masih berusaha untuk mencari kemungkinan bahwa perkiraanQ itu salah. Karena walaubagaimanapun, aq tak inginkan hal itu terjadi, tidak sekalipun!

Aq telah sampai di pintu gerbang perumahan, hatiQ semakin berdebar kencang. Menanti kenyataan yang sebentar lagi akan Qketahui kebenarannya, jawaban dari pertanyaanQ tadi. Pelan-pelan Qjalankan sepeda motorQ, sambil berimanjinasi, menggambarkan, film-film yang ada di televisi, di mana ada tokoh yang pulang disambut dengan banyak orang, yang sedang berkabung.

Semakin dekat, aq sudah hampir sampai di gang sebelah rumah. Ah, seperti bayanganQ, ada banyak orang di depan rumah. Aq mengurangi kecepatan sepeda motorQ, lagi-lagi aq masih saja mencoba untuk mengikis pikiranQ tentang perkiraan terburuk yang Qpikirkan sepanjang perjalanan tadi. Tiba-tiba omQ, yang tadi meneleponQ, dan juga istrinya, menghentikan sepeda motorQ. MemintaQ turun dari sepeda motorQ. Dengan wajah sedih dan penuh tangis, tanteQ menuntunQ sambil berusaha menenangkanQ. Seketika Qlihat, sebuah terop berwarna hijau. JELAS, dari semua ini, aq tahu ada “duka” di rumahQ. Dan, jelas pula, siapa itu yang sedang disucikan dalam terop hijau yang tertutup itu. Sudah jelas semuanya, juga sudah terbuktikan bahwa apa yang Qperkirakan sebelumnya, yang sebelumnya selalu berusaha untuk Qsanggah, adalah benar adanya. Terjadi di depan mataQ. “Ah, benar perkiraanQ, ini nyata terjadi”, kataQ dalam hati

Dengan wajah datar tanpa air mata, aq berjalan dituntun oleh tanteQ yang berjalan berlinang air mata. Lalu, semakin masuk ke dalam rumah, Qlihat semakin banyak orang. Wajah mereka semua sedih. Lalu, aq berjalan menuju kamar orang tuaQ, ada mamaQ, juga tetangga-tetangga sekitar rumah, teman mama. Mama sedang menangis, wajahnya memerah, wajahnya sangat sedih, meratapi apa yang terjadi. Namun, aq pun masih belum juga meneteskan air mata.

Tak lama, aq bertemu dengan adikQ yang terakhir, adik perempuanQ. Qlihat ia pun menangis. Namun, saat ia mengetahui kedatanganQ, ia berusaha mengusap air matanya, dan sedikit berhenti menangis. Entah kenapa, ia berhenti menangis. Aq pun tidak mengerti. Kami berdua pun, tak mampu berkata sepatah kata pun, pada mama, yang ada di depan mata kami.

Saat melihat papa, wajahnya memang lebih putih dari biasanya, karena pucat kah?? Mungkin juga. Terlintas dari pikiranQ, bahwa tubuh orang yang sedang meninggal itu sangat dingin, apakah begitu pula dengan papa?? Namun, tak juga aq berani untuk menyentuh tubuhnya. Maaf, kataQ dalam hati, karena aq tak sanggup melakukannya. Hanya Qlihat, wajah papa benar-benar berbeda dari biasanya. Wajah yang biasanya tersenyum lucu, dengan sedikit kekikukkannya. Kini terdiam kaku di atas dipan kayu. Qlihat bekas luka di kepala bagian kiri. Aq bertanya-tanya, itukah yang membuat hingga jadi seperti ini??Luka itukah??Apa yang sebenarnya terjadi?? Namun, sebanyak apapun pertanyaanQ, tidak juga seorang pun berkata padaQ apa yang sebenarnya terjadi.

Tiba-tiba terlintas dalam pikiranQ,”Ah, apa ini, sepertinya aq pernah melihat pemandangan ini. Pemandangan ini tidak asing lagi. Sebuah ruangan berkarpet biru, ada dipan kayu di depanQ, juga ada seseorang yang sedang berselimut, dan semua suasanan ini”. Ya, aq merasakan de javu, entah apakah aq pernah bermimpi sebelumnya, atau apa. Tapi, yang jelas aq tak pernah berhadapan dengan orang yang sudah meninggal seperti ini. Apakah aq memang pernah bermimpi sebelumnya? Entahlah, aq tak tahu.Karena aq seringkali lupa tentang mimpiQ sendiri.

Lalu, aq kembali ke kamar orang tuaQ. Dan, mama yang melihat jenazah papa dengan dituntun dan ditemani oleh beberapa ibu-ibu tetangga. Saat Qdengar suara mama yang menangis, seketika itulah, aku pun meneteskan air mata, tak mampu lagi aq menahannya. Namun, tak juga aq menangis tersedu-sedu, seperti mama.

Saat Qlihat adikQ, aq tahu, mereka pasti sangat sedih, seperti halnya mama. Karena itu, kepada adik perempuanQ yang Qtemui, aq bertanya apa yang ia pikirkan, dan mencoba untuk memberinya semangat, dengan kata-kata seadanya, dan memeluknya untuk menenangkannya, karena aq pun sebenarnya masih saja tidak tegar menghadapi semua ini. Qcoba untuk menghapus air mataQ, dan berhenti menangis.

Kata-kata dan doa yang diucapkan oleh tetanggaQ menjelang jenazah papa dibawa ke masjid untuk disholatkan, membuatQ tak mampu lagi membendung air mataQ. Orang itu pun menangis, saat berkata-kata. Ia berkata, bahwa ia pun sangat kehilangan. Kembali, aq menjadi sangat bangga karena kata-kata itu.
Aq sendiri pada saat itu, tak begitu mengerti mengapa aq begitu bersikeras untuk menahan air mataQ, berusaha untuk tampak setegar mungkin di depan orang-orang lain. Walaupun, jauh di dala hatiQ, aq pun sama seperti mereka, sangat sedih dan kehilangan. Hanya satu yang Qtahu, aq tak ingin membuat keluargaQ menjadi lebih sedih, cukup aq saja yang tahu perasaanQ, aq sama sekali tak ingin menambah kesedihan dan masalah.

Selama beberapa hari, aq berusaha keras menenangkan pikiranQ yang benar-benar sangat kacau, dan banyak hal berkecamuk di dalamnya. Aq berusaha keras untuk memotivasi diriQ, memikirkan banyak “skenario” ke depan. Sebisa mungkin aku berusaha menenangkan pikiranQ, berkata pada diriQ sendiri, semuanya akan baik-baik saja. Bukankah masih ada jalan?

Tapi, tetap saja, hatiQ tidak mau tenang, tetap saja segalanya terasa begitu kacau, begitu pula dengan suasana di rumah. Mama yang terlihat jelas raut kesedihannya, aq tau mama pasti sangat sedih, pasti banyak sekali yang dipikirkan. Tapi, tetap saja, aq tak tau apa yang harus Qlakukan saat itu. Ketegaran yang tampak di permukaan, semua itu tak lebih dari usahaQ untuk tampak lebih tegar, tapi jauh di dalam hatiQ, begitu banyak hal berkecamuk.

Mari bercuap-cuap :D