"Salah"
Suatu hari di awal semester yang indah.... *halah, opo seh??*Langsung intinya saja ya...
Jadi pernah suatu saat saya terlibat sedikit perdebatan dengan ketua kelas saya. Saat itu, dia menunjukkan evaluasi dari hasil belajar kelas kami, yang dianggap kurang memuaskan dan banyak program kelas yang tidak jalan. Saat itu, dia mengatakan bahwa program-program tersebut ternyata tidak mungkin dilaksanakan dan semua itu karena kesalahannya yang kurang baik dalam memanajemen.
Saya yang merasa program itu sebenarnya masih mungkin direalisasikan dan hanya masalah strategi pelaksanaan langsung aja Tanya,”Kenapa kamu merasa program itu salah? Salahnya dimananya?Karena saya rasa itu bukan salah di program-nya, tapi di pelaksanaan-nya”
Dari raut wajahnya, saya membaca bahwa ia merasa terpojokkan dengan pertanyaan saya. Mungkin, dia merasa saya memojokkannya. Dan akhirnya dia memilih untuk menghindari pertanyaan saya, dan kemudian.... saya lupa bagaimana cerita selanjutnya.
Dari kisah itu, beberapa kali saya heran. Kebanyakan orang cenderung suka menyalahkan, tapi kalo ditanya detil kesalahan cenderung defense atau menghindar, termasuk saat dia menyalahkan dirinya sendiri. Seakan merasa mereka sedang diserang dan disalahkan.
Hal yang selalu saya tanyakan dan pernah saya bahas : Saya ga habis pikir, kenapa orang butuh kambing hitam untuk setiap kemudhorotan yang terjadi di bumi ini??
Ga cuma itu, setelah bilang kesalahan ini gara-gara si A, si B atau gara-gara si komunikator sendiri. Kayaknya semua selesai dan tinggal hukum menghukum, atau kalau soal hal yang sejenis program tinggal dihapus aja programnya, atau tinggalkan semuanya dan mulai lagi yang baru
Lah kalo begitu caranya, darimana kita bisa belajar dari kesalahan kita??
Kita Cuma tau salah, tapi tak tau salahnya dan tidak berusaha mencari cara memperbaiki kesalahan. Kita Cuma tau itu salah dan harus ditinggalkan. Dan tahukah kamu? Dengan cara itu maka kamu akan menemukan semua hal itu salah, ga ada yang bener. Karena semua hal ga ada yang sempurna dan pasti ada salah dalam prosesnya. Jika kamu tidak pernah benar-benar belajar dari kesalahan maka meski mencoba untuk menempuh jalan yang berbeda, tapi kamu mungkin akan jatuh karena hal yang sama.
Dan saya bingung, kenapa orang-orang suka kayak gitu??
-Cari kambing hitam, daripada fokus pada proses pemecahan masalah
-Meninggalkan kesalahan, daripada meneliti lebih dalam kesalahan dan memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki agar kesalahan itu tak berlarut pada masalah lainnya.
-Menghindar dan merasa “diserang”, oleh orang-orang yang justru ingin memahami detil masalahnya agar dapat menemukan titik terang.
Kadang saya jadi bertanya-tanya, apa memang yang namanya manusia itu suka menikmati hidup menderita?? Rela berkubang pada kesalahannya berkali-kali. Padahal kata peribahasa Cuma keledai yang jatuh untuk kedua kalinya di lubang yang sama. Well, meskipun saya juga ga setuju amat dengan peribahasa itu terkait dengan angka 2-nya. Tapi, minimal lah, cobalah obyektif dan mengenyampingkan perasaan terlebih dahulu. Sehingga bisa berdiskusi dengan lebih baik.
Sepertinya memang secara alami manusia lebih condong untuk memilih untuk memuaskan dorongan perasaan daripada berpikir secara rasional.Dorongan harga diri, dorongan rasa malu, dll. Tapi, apakah kita mau menyerah terhadap dorongan-dorongan itu untuk menyerahkan diri pada kubangan kesalahan yang sama berkali-kali?? Toh, kita punya akal gunanya juga salah satunya untuk mengendalikan perasaan.
Jadi?
Mau jadi budak perasaan atau menjadi “pemimpin” bagi perasaan dan diri kita sendiri??
Mari bercuap-cuap :D