Salah dan Menyalahkan - Hindari Masalah #1
Salah dan menyalahkan
“Salah
dan menyalahkan”, sepertinya realitas itu semakin kurasakan di lingkungan
kerjaku sekarang. Mungkin, sebenarnya udah lama sih. Cuma, baru pas kerja
inilah aku bener-bener banyak berhubungan dan belajar menjalin hubungan interpersonal
dengan orang lain. Selain itu, ada banyak hal sih yang aku pelajari dari kerja
di LSM ini, dan beberapa lalu juga sempet ikutan gabung sama salah satu
komunitas pengajar anak jalanan di Surabaya.
Sepertinya
paradigma “menyalahkan” memang sudah mendarah daging dan menjadi budaya kita.
Pun, begitu halnya dengan yang namanya “salah”, sudah benar-benar menjadi momok
dalam kehidupan bermasyarakat kita. Dan, tanpa kita sadari justru itulah
mungkin yang bisa sangat menghambat perkembangan kita.
Hindari Masalah
" Orang bijak akan selalu menghindari
masalah.." , itulah status seorang temen facebookku. Spontan saja saat itu
aku bertanya, kenapa harus menghindar?
Dari status itu, sudah bisa diketahui,
seberapakah yang namanya salah itu jadi momok buat kehidupan kita.
Sampai-sampai harus dihindari oleh orang-orang bijak.
Memang,
gak bisa dipungkiri, kesalahan itu seringkali memang menakutkan. Tapi kalau
dipikirkan lagi sebenarnya bukan “salah”-nya yang menakutkan, melainkan efek
yang terjadi setelah itulah yang menakutkan. Segalanya bisa jadi runyam jika
kita melakukannya, bahkan bisa jadi malah hancur. Jadi sedikit banyak memang
menghindari kesalahan itu terasa wajar.
Tapi,bukankah
setiap orang pasti akan melakukan kesalahan? Lalu, untuk apa menghindari
hal-hal yang memang pasti akan terjadi. Memang sih, gak seharusnya juga kita
mengundang kesalahan itu untuk mendatangi kita. Hanya saja, rasanya justru
tidak wajar jika kita harus mati-matian menghindari kesalahan.
Maksudku,
ayolah, bukankah yang namanya “salah” itu gak melulu berbuah keburukan? Justru
dengan berbuat salah itu kita bisa belajar banyak hal. Bukankah yang namanya
salah itu masih bisa diperbaiki? Meskipun memang bagi sebagian orang berbuat
kesalahan itu menyakitkan (termasuk aku juga masih berpikir begitu), bahkan
bisa juga menimbulkan trauma.
Karena
itu, kupikir haruskah kesalahan itu dihindari sedemikian rupa? Sampai-sampai
membawa-bawa “orang bijak” segala. Dan, aku yakin, sebijak-bijaknya orang
paling bijak di dunia pasti pernah juga melakukan kesalahan dalam hidupnya.
Karena itu, berhubung gak bisa dihindari kenapa kita tidak memfokuskan pada apa
yang kita lakukan? Salah atau tidak, kita wajib melakukan yang terbaik,
memperbaiki kesalahan kita.
Melakukan yang terbaik dan menghindari kesalahan, bagi
saya itu adalah 2 hal yang sangat berbeda. Dalam melakukan yang terbaik, kita
seharusnya secara sadar menyadari ada hal-hal yang di luar kendali kita, ada hal-hal
yang mungkin terlewati oleh kita sebagai manusia. Maka ia akan menyadari bahwa
yang terbaik bukan berarti menghindari kesalahan, bukan berarti tanpa
kesalahan, melainkan tanggap terhadap situasi, baik karena kesalahan atau hanya
karena suatu kondisi tertentu. Melakukan yang terbaik akan membuat kita fokus
pada solusi permasalahan.
Sedangkan
menghindari kesalahan, akan membuat kita justru terfokus pada kesalahan itu
sendiri. Kita akan sibuk mencari cara agar kita tidak melakukan kesalahan. Saat
kesalahan terjadi, mungkin saja bukan tanggap dan memperbaiki kesalahan malah
bingung sendiri karena telah berbuat salah. Entah bingung mencari kambing
hitam, atau malah bingung menyalahkan diri sendiri, atau mungkin bingung dengan
kebingungannya sendiri (kalo yang kedua dan terakhir ini khas saya,wkwkwk… :p).
Selain
itu, bukankah budaya menghindari kesalahan itu akan membuat kita semakin
berpersepsi negatif dan malah hanya akan membuat kita memberikan respons yang
kurang positif, malah seringkali itu justru memperparah permasalahan yang ada.
Bisa jadi juga akan timbul pribadi yang suka lari dari kenyataan. Aku rasa,
seorang yang bijak bukanlah seorang yang membiasakan diri untuk menghindar,
tetapi responsif terhadap apa yang ada di sekitarnya. Bukan malah menghindar.
6 comments
Write comments^bener sekali mbak =.=", kalau bisa hindari salah dan menyalahkan, analisis dulu problemnya seperti apa, dan kenapa sampai terjadi.
Reply^ada juga temenku seperti lepas tanggung jawab dan dengan santainya jawab "gak tahu pak, anak-anak(*yang lain)". hadeh melempar tanggung jawab tanpa beban dan persetujuan.
^wow... tipe pemosting kek nya sering jadi korban ne :D haha... sabar ye..
Nah itu, mungkin reaksi seperti itu juga karena persepsi positif kita terhadap yang namanya salah dan berbuat kesalahan. Coba deh, diubah persepsi masyarakat yang seperti itu, bisa jadi budaya lempar tanggung jawab kayak gitu bisa sangat berkurang. Sepertinya, dan seharusnya sih begitu.
ReplyMaksudnya, "tipe pemosting kek nya sering jadi korban ne" itu gimana?
maksudnya u kayaknya sering jadi korban disalahkan ya??
Replysusah mbak kalau mengubah persepsi masyarakat, toh kadang menurut mereka juga tidak sependapat -__-"
Nggak. cuma gak suka aja. That's just like the society become so much hypocryte. I dont like it.
ReplySusah, bukan berarti gak mungkin kan? Kalo gak pernah dimulai, ya selamanya akan susah.
howh... hypochrite , wew.... @.@ i see
Replyyah, begitulah kenyataannya.
ReplyMari bercuap-cuap :D