Salah dan Menyalahkan-Berebut Menyalahkan #2

5/01/2012 4 Comments A+ a-


Berebut Menyalahkan
Sekarang ini, sedang gencar-gencarnya kamut (kata mutiara) yang intinya agar kita jangan menyalahkan orang lain, tapi bercerminlah pada dirimu sendiri. Aku gak akan bilang kata-kata itu salah, malah memang kenyataannya itu, pemikiran itu bisa membangun pribadi yang cukup positif. Tapi, kata-kata itu menurutku justru bagai pedang bermata dua. Kenapa? Karena sebenarnya dengan paradigma berpikir yang seperti itu masih belum menyelesaikan permasalahan sampai akarnya, yaitu “blaming” – “menyalahkan”.

Bukan berarti saya mendukung untuk menyalahkan lingkungan atas segala yang terjadi pada diri kita. Sudah jelas, menyalahkan pihak lain atas segala yang terjadi pada kita tidak akan menyelesaikan masalah, malah yang ada masalahnya gak selesai,  hanya tambah runyam, dan semakin menjerat kita kebulet masalah itu.  Menyalahkan orang lain salah, menyalahkan diri sendiri juga gak bener. Hanya saja kenapa kita tidak mencoba untuk menelusuri hingga ke akar permasalahannya.

Kalau nggak ke luar, ya kemana lagi kalau gak kedalam? Kalau nggak menyalahkan orang lain, ya berarti melihat ke dalam diri kita sendiri dong. Nah, tapi justru banyak yang kebablasan jadi menyalahkan diri sendiri. Segala sumber kesalahan ada di kita, karena keteledoran kita. Dan, kita gak seharusnya menyalahkan orang/pihak lain atas segala yang terjadi. Mungkin, kata motivasi itu memang bukanlah bermaksud agar kita terus menyalahkan diri sendiri (dan, seharusnya memang tidak). Hanya saja, seringkali respon yang saya tangkap dari orang-orang yang menganut paradigma itu justru seakan terjebak pada menyalahkan diri sendiri, entah karena takut menyalahkan orang lain, menjadi “jahat”, atau apa, saya juga kurang tahu.

Terus, gimana dong?? Ribet banget sih. Ya, emang ribet. Kalau dipandang ribet, semuanya juga pasti ribet. Yang namanya berubah menjadi lebih baik itu emang ribet. Tapi, kalau gak segera berubah menjadi lebih baik bisa jadi malah akan jauh lebih ribet. Bukan, bukan ribet lagi, tapi bisa bahaya!

Kalau ditelusuri, sebenarnya reaksi seperti itu muncul karena ada persepsi kita yang memandang “salah” itu sebagai aib, sebagai penyakit yang menjijikkan. Sehingga, sudah seharusnya dijauhi, dihindari, dan dipandang rendah. Dan, mungkin kita akan memilih untuk mengkambinghitamkan orang lain. Begitu pula dengan “menyalahkan”, saat kita menyalahkan pihak eksternal atas segala permasalahan yang ada, maka seakan kita sudah menjadi seorang iblis jahat yang selalu membuat permasalahan, begitu kata hati kecil kita mencoba untuk mencegah kita menyalahkan orang/pihak lain .

Tapi, mari kita mencoba melihat segala permasalahan yang ada dengan jernih. Terlepas dari segala sikap salah-menyalahkan. Maka akan kita dapati bahwa kesalahan dan salah itu gak ada yang semuanya dari diri kita seorang, atau selalu dari pihak eksternal semua. Ada kalanya, memang adanya kesalahan tidak bisa dihindari dan asalnya dari eksternal, sesuatu yang diluar kendali kita. Ada kalanya pula, memang keteledoran kitalah penyebabnya.

Jadi, gak adil dong kalo kita pukul rata semua permasalahan itu akarnya ada di diri kita seorang, atau dari pihak-pihak di luar kita. Kenapa kita tidak mencoba untuk belajar menerima kenyataan dan menghadapinya dengan lebih “sehat” saja? Maksud saya, jika memang kesalahan berasal dari diri kita sendiri, ya akui saja dan belajar untuk memperbaikinya. Jika pihak eksternal, maka ya akui saja memang begitu adanya, dan cobalah untuk sama-sama mendiskusikan bagaimanakah agar kesalahan tersebut bisa diperbaiki.


Untuk sub topik ini masih ada lanjutannya yang akan nyusul lagi

(to be continued)

This series :

4 comments

Write comments
Arif Khumaidi
AUTHOR
4 Mei 2012 pukul 19.56 delete

jika memang kesalahan berasal dari diri kita sendiri, ya akui saja dan belajar untuk memperbaikinya. Jika pihak eksternal, maka ya akui saja memang begitu adanya, dan cobalah untuk sama-sama mendiskusikan bagaimanakah agar kesalahan tersebut bisa diperbaiki.

Saya sepakat dengan statement diatas, tapi kadang kala untuk mengakui kesalahan kita sendiri itu susah, entah karena malu, harga diri atau apalah alasannya..
terus kalau kita menyalahkan kelompok tertentu, belum tentu mereka menerima kesalahannya, malah kita dianggap sok ide -_-"

Reply
avatar
kacho
AUTHOR
7 Mei 2012 pukul 16.09 delete

Ya, kalo kita gak mulai mengubah persepsi kita, ya selamanya akan kayak gt dan gak akan ada yang berubah. Emang g mudah sih, tapi kalo gak pernah memulai karena alasan itu ya selamanya akan jadi sulit.

Ya bukan menyalahkan lah, tetapi kalo salah ya bilang aja salah dan kenapa juga qt mengatakan bahwa itu salah. Ya yang penting kan qt berusaha, sekalipun g diterima paling nggak mereka tau. Selanjutnya adalah tanggung jawab mereka,kan? Jadi, jika suatu saat mereka merasakan sendiri akibat perbuatannya, mungkin saja jadi tercerahkan karena kata2 yang dulunya pernah kita ucapkan.

Pun, dikatakan sok ide emangnya kenapa? Kalo emang kita adalah seorang idealis, emangnya ada masalah? Apa dunia akan jadi rusak gitu karena kita seorang idealis? Apakah seorang idealis itu aib? Itu mah, cuma qt aja yang termakan oleh "pancingan" mereka. So, which one u choose, being controlled by them or lead them?

Reply
avatar
Arif Khumaidi
AUTHOR
7 Mei 2012 pukul 16.19 delete

wohhh... super sekali miss kacho.. @_@
*ok i see paraghraph 1 and 2

which one i choose?? hemmm... may be *kaburrr.
no no no, i will choose to lead them. @.@

Reply
avatar
kacho
AUTHOR
7 Mei 2012 pukul 18.55 delete

:)
then, just be consistent and consequent with ur choice :)

Reply
avatar

Mari bercuap-cuap :D