Salah dan Menyalahkan-Berebut Menyalahkan #2
Berebut Menyalahkan
Sekarang
ini, sedang gencar-gencarnya kamut (kata mutiara) yang intinya agar kita jangan
menyalahkan orang lain, tapi bercerminlah pada dirimu sendiri. Aku gak akan
bilang kata-kata itu salah, malah memang kenyataannya itu, pemikiran itu bisa membangun
pribadi yang cukup positif. Tapi, kata-kata itu menurutku justru bagai pedang
bermata dua. Kenapa? Karena sebenarnya dengan paradigma berpikir yang seperti
itu masih belum menyelesaikan permasalahan sampai akarnya, yaitu “blaming” –
“menyalahkan”.
Bukan
berarti saya mendukung untuk menyalahkan lingkungan atas segala yang terjadi
pada diri kita. Sudah jelas, menyalahkan pihak lain atas segala yang terjadi
pada kita tidak akan menyelesaikan masalah, malah yang ada masalahnya gak
selesai, hanya tambah runyam, dan
semakin menjerat kita kebulet masalah itu.
Menyalahkan orang lain salah, menyalahkan diri sendiri juga gak bener. Hanya
saja kenapa kita tidak mencoba untuk menelusuri hingga ke akar permasalahannya.
Kalau
nggak ke luar, ya kemana lagi kalau gak kedalam? Kalau nggak menyalahkan orang
lain, ya berarti melihat ke dalam diri kita sendiri dong. Nah, tapi justru
banyak yang kebablasan jadi menyalahkan diri sendiri. Segala sumber kesalahan
ada di kita, karena keteledoran kita. Dan, kita gak seharusnya menyalahkan
orang/pihak lain atas segala yang terjadi. Mungkin, kata motivasi itu memang
bukanlah bermaksud agar kita terus menyalahkan diri sendiri (dan, seharusnya
memang tidak). Hanya saja, seringkali respon yang saya tangkap dari orang-orang
yang menganut paradigma itu justru seakan terjebak pada menyalahkan diri
sendiri, entah karena takut menyalahkan orang lain, menjadi “jahat”, atau apa,
saya juga kurang tahu.
Terus,
gimana dong?? Ribet banget sih. Ya, emang ribet. Kalau dipandang ribet,
semuanya juga pasti ribet. Yang namanya berubah menjadi lebih baik itu emang
ribet. Tapi, kalau gak segera berubah menjadi lebih baik bisa jadi malah akan
jauh lebih ribet. Bukan, bukan ribet lagi, tapi bisa bahaya!
Kalau
ditelusuri, sebenarnya reaksi seperti itu muncul karena ada persepsi kita yang
memandang “salah” itu sebagai aib, sebagai penyakit yang menjijikkan. Sehingga,
sudah seharusnya dijauhi, dihindari, dan dipandang rendah. Dan, mungkin kita
akan memilih untuk mengkambinghitamkan orang lain. Begitu pula dengan
“menyalahkan”, saat kita menyalahkan pihak eksternal atas segala permasalahan
yang ada, maka seakan kita sudah menjadi seorang iblis jahat yang selalu
membuat permasalahan, begitu kata hati kecil kita mencoba untuk mencegah kita
menyalahkan orang/pihak lain .
Tapi,
mari kita mencoba melihat segala permasalahan yang ada dengan jernih. Terlepas
dari segala sikap salah-menyalahkan. Maka akan kita dapati bahwa kesalahan dan
salah itu gak ada yang semuanya dari diri kita seorang, atau selalu dari pihak
eksternal semua. Ada kalanya, memang adanya kesalahan tidak bisa dihindari dan
asalnya dari eksternal, sesuatu yang diluar kendali kita. Ada kalanya pula,
memang keteledoran kitalah penyebabnya.
Jadi,
gak adil dong kalo kita pukul rata semua permasalahan itu akarnya ada di diri
kita seorang, atau dari pihak-pihak di luar kita. Kenapa kita tidak mencoba
untuk belajar menerima kenyataan dan menghadapinya dengan lebih “sehat” saja?
Maksud saya, jika memang kesalahan berasal dari diri kita sendiri, ya akui saja
dan belajar untuk memperbaikinya. Jika pihak eksternal, maka ya akui saja
memang begitu adanya, dan cobalah untuk sama-sama mendiskusikan bagaimanakah
agar kesalahan tersebut bisa diperbaiki.
Untuk sub topik ini masih ada lanjutannya yang akan nyusul lagi
(to be continued)
This series :
4 comments
Write commentsjika memang kesalahan berasal dari diri kita sendiri, ya akui saja dan belajar untuk memperbaikinya. Jika pihak eksternal, maka ya akui saja memang begitu adanya, dan cobalah untuk sama-sama mendiskusikan bagaimanakah agar kesalahan tersebut bisa diperbaiki.
ReplySaya sepakat dengan statement diatas, tapi kadang kala untuk mengakui kesalahan kita sendiri itu susah, entah karena malu, harga diri atau apalah alasannya..
terus kalau kita menyalahkan kelompok tertentu, belum tentu mereka menerima kesalahannya, malah kita dianggap sok ide -_-"
Ya, kalo kita gak mulai mengubah persepsi kita, ya selamanya akan kayak gt dan gak akan ada yang berubah. Emang g mudah sih, tapi kalo gak pernah memulai karena alasan itu ya selamanya akan jadi sulit.
ReplyYa bukan menyalahkan lah, tetapi kalo salah ya bilang aja salah dan kenapa juga qt mengatakan bahwa itu salah. Ya yang penting kan qt berusaha, sekalipun g diterima paling nggak mereka tau. Selanjutnya adalah tanggung jawab mereka,kan? Jadi, jika suatu saat mereka merasakan sendiri akibat perbuatannya, mungkin saja jadi tercerahkan karena kata2 yang dulunya pernah kita ucapkan.
Pun, dikatakan sok ide emangnya kenapa? Kalo emang kita adalah seorang idealis, emangnya ada masalah? Apa dunia akan jadi rusak gitu karena kita seorang idealis? Apakah seorang idealis itu aib? Itu mah, cuma qt aja yang termakan oleh "pancingan" mereka. So, which one u choose, being controlled by them or lead them?
wohhh... super sekali miss kacho.. @_@
Reply*ok i see paraghraph 1 and 2
which one i choose?? hemmm... may be *kaburrr.
no no no, i will choose to lead them. @.@
:)
Replythen, just be consistent and consequent with ur choice :)
Mari bercuap-cuap :D