“Acceptance” #1

1/16/2012 3 Comments A+ a-


Apa sih sebenernya “acceptance” itu? Banyak yang selalu berbicara agar kita bisa menerima diri kita apa adanya, orang lain apa adanya, menerima masa lalu kita, menerima kenyataan, dan menerima yang lain-lainnya (?). Namun, bagaimana kita harus menerima segalanya seperti itu? Apakah “acceptance” itu berarti :
  •  Menyukai apapun itu, baik ataupun buruk. Namun, mampukah kita benar-benar menyukai dan menikmati keburukan? Adakah di antara kita yang mampu bertahan seumur hidup dengan kesengsaraan? Adakah yang tahan dengan menanggung segala “hukuman” hidup atas keburukan, baik “keburukan” yang ada di dalam diri kita sendiri, maupun orang lain?? 
  • Jangan melihat keburukan. Mungkin memang dengan begitu kita tidak akan terganggu dengan keburukan yang ada. Anggap saja semuanya ada sisi baiknya. Tapi, bagaimana jika kita mau tidak mau berhadapan dengan keburukan itu?? Apakah kita akan lari meninggalkan, atau bahkan tidak menganggap keburukan itu ada? Apakah itu tidak sama saja dengan individualisme, hanya memperhatikan apa-apa yang kita inginkan, yang sekiranya tidak menyakiti diri kita sendiri. Apakah pada akhirnya, kata-kata indah macam “acceptance” itu cuma kiasan, bahasa halus unttuk melegalkan, mengindahkan egoisme, sisi individualisme kita?
  • Menutupi kekurangan. Kenapa keburukan itu harus kita tutupi? Apakah dengan begitu keburukan itu akan berubah menjadi kebaikan? Apakah kita malu akan keburukan yang ada? Apakah malu, itu arti dari “acceptance”?? Sebegitu dangkalnya kah apa yang disebut sebagai “acceptance”?? Apakah “acceptance” itu tidak lebih dari kata lain untuk mengindahkan “hal-hal yang memalukan”??
  • Pasrah. Haruskah kita pasrah dengan keburukan yang ada? Pasrah, mengikuti arus, berarti juga rela jika segalanya menjadi semakin buruk. Padahal tidak akan ada yang berubah, jika kita tidak mengubah nasib kita sendiri. Dan, pada akhirnya dipertanyakan kembali, mampukah kita bertahan hidup, mengikuti arus, dari keburukan yang ada??
  • Melengkapi. Kita harus saling melengkapi keburukan dan kelebihan yang ada. Tetapi, bagaimana jika di sekitar kita tidak ada yang bisa melengkapi keburukan itu? Haruskah kita paksa untuk melengkapi, meskipun pada dasarnya tidak bisa melengkapi?? Haruskah kita juga memaksa orang lain untuk melengkapi kekurangan kita?? Memangnya, siapa kita hingga harus memaksanya untuk melengkapi kita?  Bukankah itu hanya ungkapan egois kita sendiri yang ingin menjadi sempurna?? Hingga harus memaksakan orang lain, atau sesuatu yang lain untuk melengkapi keburukan kita??

Jadi, yang manakah, yang seperti apakah yang disebut acceptance?
 

3 comments

Write comments
16 Januari 2012 pukul 17.32 delete

sepertinya setiap orang punya cara beda menafsirkannya

Reply
avatar
rabest
AUTHOR
18 Januari 2012 pukul 00.52 delete

acceptance versiku, conth mnerima diri sendiri berarti : tau dan memaksimalkan kelebihan yang kita miliki juga tau dan mau memperbaiki kekurangan yang ada.

kalo acceptance kepada orang lain: mau mengahrgai kelebihan merke dan mau memaklumi kekurangan mereka..

#aiishhhh..ribet.yak? hehehe

Reply
avatar
Kacho
AUTHOR
18 Januari 2012 pukul 12.04 delete

@iskandar : em...kalo kamu gimana? aku kan bertanya lo... :)

@rabest : hai... lama tak bersua ya kita, hehe.... Q belum sempet mampir lama ke blog mu nih, ntar ya... hehe....
menghargai dan memaklumi kekurangan orang lain ya? apa itu berarti juga sama dengan pasrah, ataukah menganggap kekurangan itu tidak ada? yang seperti apakah yang disebut menghargai, dan yang seperti apakah memaklumi itu?

Reply
avatar

Mari bercuap-cuap :D