Sang Pesimis , Sang Optimis, dan Sang Realis

2/28/2011 13 Comments A+ a-


Banyak orang berpikir menjadi pesimis itu bener-bener jelek. Menjadi optimis jauh lebih baik. Gak salah sih, bener malah, emang terbukti seperti itu. Tapi, (sebagai tipe orang pesimis) gak semua orang bisa dengan mudah berubah dari pesimis menjadi optimis, dan meninggalkan segala kepesimisannya. 

Itu karena seorang pesimis pun memiliki alasan untuk memilih menjadi sang pesimis. Begitu pula dengan sang optimis dan sang realis. Mereka memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memandang sebuah permasalahan.


Kombinasinya
Pasti banyak yang berpikir bahwa kombinasi dari sang pesimistis, sang optimistis dan sang realistis itu bakalan sangat kacau. Gimana nggak? Sifat mereka kan saling berlawanan. Tapi, coba deh baca kata-kata ini:

“ The pessimist complains about the wind; The optimist expects it to change; The realist adjust the sails”
By William Arthur Ward

“Sang pesimis komplain mengenai anginnya ; Sang optimis mengharapkan angin itu berubah; Sang realis menyesuaikan layarnya”

Saya menafsirkan kata-kata itu, sebagai bentuk “kerja sama” dari sang pesimis, optimis dan realis. Tapi, apa iya, hal itu realistis dapat terjadi? Tentu saja hal itu realistis dapat terjadi. Pada dasarnya ketiga tipe ini pun tidak berkontradiksi, hanya memiliki “cara” yang berbeda dalam memandang sebuah permasalahan.

Sang optimis, yang percaya bahwa segalanya akan menjadi baik pada akhirnya, dan terus mengharapkan perubahan kearah yang positif.Seringkali berusaha untuk tidak memandang pada resiko-resiko yang akan terjadi. Sedangkan, sang pesimis, ia begitu “berhati-hati”, ia menganalisa segala kemungkinan resiko sebisanya, dari yang terkecil hingga yang paling ekstrim, ia terbiasa menganalisa keadaan. Mungkin sang pesimis ini bukan tidak percaya akan keberhasilan, dia hanya tidak tahu caranya.Sedangkan sang realis, ia memilih tindakan-tindakan yang memang pasti akan mampu ia lakukan. Karena jika terlalu tinggi, ia beranggapan hal itu tidak mampu diraih.
Masing-masing memiliki sudut pandangnya sendiri-sendiri. Seperti yang pernah aq bahas pada postingan Beda, koq jadi kambing hitam?, bahwa yang kita butuhkan adalah memadukan sudut-sudut pandang yang berbeda agar dapat memiliki pandangan yang utuh dalam suatu permasalahan. Dengan begitu, kita akan mengetahui, bagian-bagian mana saja yang kurang tepat dari sudut pandang kita, dan mengubahnya untuk menjadi lebih baik, dan tentunya menyelesaikan permasalahannya.

Yang harus dipahami oleh sang optimis, adalah bahwa kita butuh untuk mengerti segala resiko yang terjadi, bukan untuk membuat kita menjadi pesimis, tetapi untuk mengatasinya. Begitu pula dengan sang pesimis, juga harus menyadari bahwa  segala resiko yang ia analisa tidak akan menyebabkan kegagalan jika ia melakukan dan menyiapkan sesuatu untuk menghadapinya, dan dengan begitu segalanya mungkin terjadi. Pun, dengan sang realis, ia harusnya menyadari bahwa target yang tinggi bukan berarti ga mungkin, tapi justru membutuhkan analisa resiko dan tingkat  penanganan yang tinggi pula. Dengan begitu, segalanya akan mungkin terjadi.

Tanpa Sang Pesimis, mungkin yang lainnya tidak menyadari resiko yang disebabkan oleh kondisi-kondisi itu, bisa jadi juga bahkan tidak menyadari ada masalah. Tanpa  Sang Optimis, mungkin mereka akan kehilangan harapan untuk melalui masalah itu. Dan tanpa sang Realis, mungkin mereka hanya bergelut dengan masalah-masalahnya sendiri. Setiap tipe memiliki tempatnya sendiri-sendiri di dunia ini. Just like ourselves ^^

Bukankah, kerjasama yang terjadi antara mereka akan luar biasa,? Sang optimis menjadi pembakar semangat dan motivasi mereka, sang pesimis yang menganalisa setiap kemungkinan dan sang realis yang menyiapkan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah-masalah itu. Itu menjadi tim yang sangat baik bukan?

Mungkin, kita tidak semua orang harus berubah menjadi begitu optimis. Mungkin, kita hanya butuh “menyeimbangkannya” dan “menyadarkan”, agar tidak menjadi terlalu ekstrim. Dan, memanfaatkan kelebihan yang ia miliki. Toh, kita tidak bekerja dan hidup sendirian di dunia ini. Kita memiliki keluarga, sahabat, partner, yang bisa membantu kita untuk menyeimbangkannya, jika sewaktu-waktu kita menjadi begitu ekstrim dengan cara berpikir kita. Jika kita mengubah setiap orang menjadi optimis, mungkin kita akan kehilangan para analis-analis resiko yang hebat, juga para problem solver dari setiap masalah di dunia.

Sang Optimis, Pesimis, dan Realis dalam diri kita

Saya percaya, setiap orang memiliki sisi optimis, pesimis dan realis dalam dirinya masing-masing. Sisi-sisi ini seringkali bersinggungan ketika kita menghadapi masalah. Sebagian merespon dengan menghilangkan “bisikan sang pesimis dan realis’, dan memilih “sang optimis”. Sebagian lagi merespon dengan menghiraukan “bisikan sang pesimis”, dan memilih untuk mundur. Sebagian lagi memilih untu menghiraukan “bisikan sang realis”, dan memilih untuk melakukan yang pasti bisa ia lakukan.

Tetapi, seperti halnya dengan kerjasama ketiga tipe ini yang saya jelaskan tadi, ketiga sisi ini dalam diri kita pun dapat bekerja sama. Kita memberi pengertian pada sisi optimis, pesimis dan optimis dalam diri kita agar mereka dapat bekerja sama. Dengan begitu, bukankah kita juga akan mendapatkan hasilnya yang luar biasa?
Memang, mungkin saja kita gak bisa lepas dari “kecenderungan” kita untuk menjadi lebih optimis, lebih pesimis, atau lebih realis. Tetapi, asal kita dapat memadukan ketiganya dalam diri kita, itu jauh lebih baik daripada cenderung ke salah satu secara ekstrim. Pun, dengan begitu kita juga bisa memahami tipe orang-orang yang pesimis, optimis dan realis, dan tidak men-judge mereka dan memaksa mereka menjadi salah satu yang menurut kita terbaik. Kita bisa mendengar dan mempertimbangkan segala saran dari mereka.

Dan, kembali lagi dengan kecenderungan kita, kita tidak perlu terlalu khawatir, karena orang-orang yang di sekitar kita akan menyeimbangkannya. Dan dalam kehidupan ini, kita memang akan selalu bekerja sama dalam menghadapi setiap permasalahan bersama. Tidak mungkin kan, kita menyelesaikan segala permasalahan di dunia ini sendirian? Jadi, tidak ada salahnya untuk menyandarkan dan mengandalkan orang lain untuk “menyeimbangkan” diri kita. Karena memang itulah kenapa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, karena mereka memang saling membutuhkan. Sehingga, kita bisa memadukan segala kelebihan dan kekurangan kita dengan orang lain, untuk menemukan dan memberikan solusi yang terbaik


Jadi Realistis, Bukan Terperangkap Oleh Realita

2/26/2011 9 Comments A+ a-


Selama ini, kita beranggapan bahwa menjadi “realistis” berarti memiliki target yang sudah pasti akan kita capai. Jika target itu sulit untuk dicapai, atau tidak biasa untuk dicapai, maka akan disebut gak “realistis”, bahkan beberapa mengatakan itu cuma mimpi, gak akan bisa dicapai.Jadi, pilih yang pasti-pasti aja lah, gak usah yang terlalu tinggi. 
Umumnya, orang memilih untuk menjadi “realistis” karena takut kecewa saat apa yang diinginkan tidak tercapai, “semakin tinggi jatuhnya, semakin sakit jadinya”. Itulah paradigma yang sering dipegang, karena itu lebih baik bagi mereka untuk meraih apa-apa yang memang mungkin dicapai oleh orang-orang biasanya. Entah benarkah itu realistis, ataukah itu hanya alih-alih menjadikan orang sama seperti mereka, ataukah “kasihan” pada kita?

"Kacho Kako" NicknameQ

2/25/2011 8 Comments A+ a-


Aneh ya, nicknameQ, kacho. Gak jarang ada yang ngira aq itu cowo gara-gara nicknameQ. Sering banget jadi menimbulkan kesan aneh. Wajar aja sih, secara, pelafalannya mirip dengan kata-kata yang artinya itu gak bagus (dan memang itu artinya). Pernah, aq chat ama orang maldives, katanya, dalam bahasanya itu berarti kambing (duh!jelek amat yah?). Pernah juga, kalo gak salah ama orang jepang(atau WNI yang tinggal di jepang yah?Lupa), katanya itu istilah untuk kepala pabrik(Lagi-lagi gek keren amat yah?). Mungkin aneh juga sih (memang aneh!), udah tau artinya jelek, kenapa juga masih dipake, masih bagusan arti namanya sendiri.

Aq suka nickname kacho, karena unik aja. Jarang kan ada orang nicknamenya gitu?Apalagi memang gak terlalu meleset dengan sifatQ yang sangat ceroboh ini(loh,koq bangga?).Padahal sebenarnya, gak ada lo maksud temen-temenQ untuk ngatain aq kacho.Cuma kebetulan aja, jadi mirip akata “kacau” pelafalannya.
Ceritanya gini: 

Curhat Geje

2/25/2011 2 Comments A+ a-


Beberapa hari ini, aku bertemu hal-hal yang mengingatkanQ pada alm. papaQ. Beliau meninggal tahun lalu, karena kecelakaan. Kadang aneh buatQ -entah apa karena aq gak bisa menerima kenyataan atau apa- aq tidak merasa ayah gak ada. Bahkan, aq jarang meneteskan air mata untuk itu. Mungkin benar juga, karena aq jarang bertemu dengan ayah. Sejak kecil pun aq juga lumayan sering ditinggal di rumah. Ok, yang ini sampe di sini dulu.
Hari Selasa lalu, ada acara di kampus, dramanya para dosen. Tapi, bukan acara ini yang mengingatkanQ pada ayahQ,melainkan sebuah video yang sempet diputer waktu itu. Pada awalnya, video itu memunculkan 2 orang pria, seorang ayah yang sudah renta, dan anak lelakinya. Di video itu, sang anak sedang membaca koran.Sementara itu, sang ayah terus bertanya tentang seekor burung yang ada di sekitar mereka,” Burung apa itu?”, tanya sang ayah berkali-kali menunjuk pada burung itu dengan kata-kata yang sama. Pertama, anak itu menjawab dengan sabar,”Itu burung gereja, ayah”. Menjawab yang kedua kalinya, ia mencoba untuk menahan emosi.Lalu, pada yang ketiga kalinya, ia menjawabnya dengan nada marah. Ia mengatakan,” Itu burung gereja,ayah! Aq sudah mengatakannya dari tadi,kan?”.

Benci dan Cinta

2/23/2011 10 Comments A+ a-

Ehm...judulnya sama dengan postingan seorang temen di blog ya....hehe....Maaf ya, aq comot judulnya.Tapi, pembahasannya sedikit berbeda koq.

Seringkali yang ada di pikiran kita tentang cara mencintai adalah dengan memanjakan, menyayangi, memuji, menyenangkan, dan lain-lain yang sejenis.Sedangkan cara membenci adalah dengan menyusahkan,mencaci,membuat menderita, menjauhi, menekan,menyingkirkan dan lain-lain yang juga sejenis. Karena dua cara yang sangat berkontradiksi inilah, cinta itu dipuja-puja dan benci dicaci-maki. Cinta dianggap yang terpenting,terbaik,dll lah.Sedangkan, benci,seperti halnya orang membenci, mencaci dan menjauhi,juga menekan

Tetapi, bukankah benci pun adalah bagian dari diri manusia?Bukankah dalam kehidupannya, manusia wajar jika pernah membenci?Bukankah, bagi orang-orang yang mengagungkan cinta, kebanyakan mereka juga menyimpan kebencian dalam hatinya?Mereka pun membenci yang namanya kebencian?

Kejahatan harus kalah??

2/21/2011 5 Comments A+ a-

Sering kita dengar kata-kata yang intinya begini,”Pada akhirnya kebaikan akan menang, dan kejahatan lah yang  akan kalah”. Tidak sepenuhnya salah sih, tapi aku merasa kadang kita jadi merasa begitu bernafsu “mengalahkan” kejahatan.Lihat saja dari tayangan-tayangan sinetron, atau film kartun anak-anak.Terkesan seakan yang namanya kejahatan, orang jahat, itu harus dimusnahkan, disingkirkan.

Tapi, rasanya itu seperti penghakiman secara sepihak aja . Padahal orang jahat itu selalu ada sebabnya,kan?Yah, walaupun memang, ada orang yang bener-bener sangat jahat, sampe rasanya sulit percaya kalo orang itu manusia(baca : “jahat”).Tapi, yang saya maksud lebih pada penyikapan kita pada orang yang kita anggap “jahat”, meskipun jahatnya tidak separah dengan orang “jahat”yang aku sebutkan sebelumnya.

Perbedaan,Koq jadi Kambing Hitam?

2/19/2011 5 Comments A+ a-

 


Akhir-akhir ini isu perbedaan banyak dipandang sebagai sumber konflik.Banyak yang berpikir bahwa perang seringkali dipicu oleh perbedaan.Karena itulah, sepertinya banyak orang yang sedikit banyak “was-was” dengan perbedaan.Ada juga kata-kata yang intinya,’saat bersama-sama dengan berbagai orang,hilangkanlah perbedaan’.Dengan kata lain, kata-kata itu seakan memandang perbedaan jika tetap dipertahankan maka akan menyebabkan malapetaka(masalah), makanya harus dihilangkan agar masalah itu gak terjadi.Adaptasi lingkungan pun seringkali dimaknai untuk menjadi sama dengan tempat lingkungan kita berada.

Pengalaman Pertama Dapat Award

2/18/2011 10 Comments A+ a-



Hohohoho.....Seneng juga dapet award, walaupun mungkin lmyan kebetulan.wkwkwkwk.....

Ini blog sebenernya udah melewati "mati suri", udah berpa taun ya gak ngejamah ini blog.Walaupun udah nemu banyak yang pengen ditulis, tapi gara-gara tugas kuliah yang menumpuk plus berbagai masalah silih berganti, jadi lupa ama ini blog.Tapi, akhirnya hasrat kembali juga liatin sohibQ,yenny, aktif ngeblog juga.Dan, akhirnya, jadilah beberapa post terbaru, yang sebenernya gak terlalu penting juga sih.

Manusia normal, ada gak sih??

2/17/2011 9 Comments A+ a-

(Lanjutan dari,”Normal,Apakah itu?”)

Dari posting saya sebelumnya,"Normal,Apakah itu?", ternyata ada misunderstanding mengenai maksudnya.Melalui posting ini saya akan mencoba untuk menjelaskan lebih dalam lagi mengenai normal.Konteks permasalahan normal ini adalah manusia sebagai seorang manusia.Berikut kutipan dari posting saya sebelumnya :
Normal, adalah kondisi dimana sesuatu itu memang wajar terjadi.Bukan karena terbiasa, melainkan karena memang itu adalah yang seharusnya terjadi.Normal adalah kondisi, dimana sesuatu itu dipengaruhi “variabel-variabel default”,bukan “variabel-variabel khusus”.Normal adalah kondisi universal.Normal adalah sesuatu yang memang benar.

Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa “manusia normal” adalah manusia yang benar-benar benar. Dalam artian, manusia itu adalah manusia yang benar-benar sesuai “standar”, tidak ada “melenceng”-nya sama sekali. Namun, adakah manusia yang seperti itu?Pada kenyataannya tidak ada manusia yang benar-benar sesuai “standar”  dan selalu stabil.Jadi,apa iya gak ada “manusia yang normal” di dunia ini?

Otak Kanan cs Otak Kiri

2/16/2011 3 Comments A+ a-

Fungsi kedua bagian otak kanan dan kiri ini sangat berbeda, bahkan terkesan cenderung saling berkontradiksi.Banyak orang yang cenderung “memisahkan” dan membatasi fungsi dan kinerja masing-masing.

Selama ini, kedua fungsi otak ini dipandang hanya per bagian saja, bukan sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Sehingga banyak yang sepertinya lebih men-“spesial”-kan salah satunya. Padahal, sebuah sistem yang sangat sempurna seperti diri kita ini, tidak seharusnya memiliki kontradiksi yang saling “bertabrakan”, tetapi seharusnya satu sama lain saling mendukung dan melengkapi, sehingga terbentuk manusia dengan berbagai “keterbatasan” yang “tidak terbatas”.


Otak kiri dikenal bekerja dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, perbedaan, urutan, linear, detail, rapi, analitis, matematis dan terstruktur. Orang dengan kecenderungan menggunakan otak kiri seringkali dianggap sebagai orang yang konservatif, kaku dan tidak kreatif. Karena itulah, banyak yang beranggapan orang-orang seperti ini lebih cocok berkarir dalam bidang sains, yang berkaitan dengan ilmu-ilmu pasti, dan terperinci.

Sedangkan, otak kanan lebih identik dengan hal-hal yang berhubungan dengan kreativitas,imajinasi, ruang, persamaan, emosi dan holistik. Banyak yang beranggapan bahwa orang-orang yang memiliki kecenderungan menggunakan otak kanan itu bebas dan kreatif. Karenanya, lebih cocok untuk berkarir dalam bidang seni, yang cenderung “bebas” dan penuh dengan “imajinasi”.

Dominasi otak, minat dan kemampuan seseorang
Tapi, tahukah Anda,bahwa seorang Albert Einstein,yang terkenak dalam bidang sains,adalah orang yang cenderung menggunakan otak kanannya?? (Berdasarkan beberapa literatur yang saya baca) Padahal seperti yang dibahas di atas, bahwa dunia sains, adalah dunia yang identik dengan otak kiri. Hal ini sudah membuktikan bahwa, kecenderungan menggunakan bagian otak kiri ataupun kanan, tidak membatasi kemampuan seseorang dalam sebuah bidang. Tapi, bagaimana bisa?

Berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, dan menghayati cara berpikir pada beberapa orang, dan diri saya sendiri, saya menemukan sesuatu. Otak bekerja secara simultan, tidak sendiri-sendiri. Kedua belahan otak ini, dalam melakukan pekerjaannya saling bekerja sama dan terus “berhubungan” satu sama lain. Logika membutuhkan imajinasi dalam prosesnya. Begitu pula sebaliknya, karya-karya imajinatif yang luar biasa, juga pasti membutuhkan logika dalam rangka perwujudannya.

Dalam dunia sains yang rumit, pasti akan dibutuhkan kesadaran ruang yang juga tinggi. Karena hukum alam tidak hanya saling berhubungan dalam satu garis lurus. Tetapi, merupakan sebuah “dimensi”, yang terdiri dari kumpulan garis-garis lurus,di mana garis-garis ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Tanpa memahami secara keseluruhan “dimensi” tersebut, tidak mungkin dapat mempelajari dan menemukan hukum-hukum alam yang luar biasa. Dalam memahami sesuatu dalam keseluruhan pun, dibutuhkan untuk memahami hal tersebut secara detailnya. Dalam memahami keseluruhan pun  tidak harus melihatnya dari "gambar besar"-nya terlebih dahulu, bisa juga dengan menyatukan potongan-potongan “puzzle” yang menyusun sebuah “gambar”.

Menurut saya, perbedaan ini tidak berdampak pada kemampuan seseorang dalam suatu bidang. Tidak pula menjadi parameter bahwa seseorang pasti memiliki semua kemampuan yang dimiliki oleh belahan otak yang ia biasa gunakan. Juga tidak bisa menjadi satu-satunya parameter minat seseorang.

Perbedaan ini hanya berpengaruh pada “alur” berpikir seseorang saja. Namun, bukan berarti tidak dapat menghasilkan kemampuan yang “setara” dengan yang lainnya. Begitu pula kecenderungan seseorang pada satu belahan otak, tidak berarti dia memiliki semua kemampuan belahan otak tersebut. Tetapi , yang menjadi kemampuannya, adalah apa yang ia latih menggunakan belahan otak tersebut,tidak semuanya.Tidak semua orang yang berkecenderungan menggunakan otak belahan kiri itu benar-benar logis,juga tidak semua orang yang cenderung menggunakan otak belahan kanan itu kaya imajinasi.

Begitu pula dengan minat seseorang, minat tidak hanya ditentukan oleh besarnya potensi seseorang dalam suatu bidang. Tetapi keseluruhan dari orang tersebut, pengalaman, kemauan, ketertarikan, kesukaan, impian, kebutuhannya dan lain-lain.

Untuk melatih keseimbangan penggunaan kedua belahan otak, saya kira tidak perlu memaksakan seseorang untuk memiliki “kadar” yang sama satu sama lain. Cukup melatih, mengarahkan dan mencari cara agar “alur” itu dapat menemukan “cara” yang benar. Dengan begitu, pemikiran kita juga akan terlatih, dan dapat menemukan “style” berpikir kita sendiri. Tidak perlu meniru orang lain untuk “berkarya” setara dengan orang tersebut,kan? Karena kita semua punya keunikan masing-masing, tidak perlu memaksanya untuk menjadi sama, karena dengan masing-masing itu kita masih bisa mendapatkan yang sama.

Normal,Apakah itu?

2/16/2011 8 Comments A+ a-

“Normal”, sebuah kata yang biasa kita dengar.Tapi, apakah normal itu sebenarnya?
Pada awalnya, tidak pernah terpikirkan olehQ bahwa kata itu adalah sebuah masalah, hingga aku melihat sebuah film yang juga berhubungan erat dengan makna “normal”. Film itu adalah “Edward The ScissorHands”, yang setelah sekian lama, akhirnya aq bisa tau judulnya.Dalam film itu, sang tokoh utama yang memiliki “fisik”  yang berbeda dari manusia pada umumnya, dianggap tidak normal dan diperlakukan tidak selayaknya manusia. Namun, dibalik segala “ketidaknormalan” yang dimilikinya, ia memiliki perasaan dan kebaikan seorang manusia. Dibanding, perlakuan yang ia terima dari sekitarnya, ia lebih manusiawi.

Yang menjadi permasalahan adalah “normal”. Apa itu normal?Dan, apa yang menjadikan seseorang itu bisa dikatakan normal?Lalu, bagaimanakan penyikapan kita terhadap yang normal dan tidak normal?

Indonesia ImpianQ

2/16/2011 0 Comments A+ a-


Hm...Itu adalah tema yang pernah menjadi inspirasiQ saat membuat karya tulis di SMA.Saat itu sedang masa perayaan Kemerdekaan Indonesia di sekolahQ, aku mengikuti perlombaan penulisan karya tulis yang diadakan saat itu.Tema yang diangkat saat itu tentu saja berkaitan dengan Kemerdekaan Indonesia.Tentu saja, aku sangat berminat mengikutinya, karena akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk menuangkan opini-opini saya