Benci dan Cinta
Ehm...judulnya sama dengan postingan seorang temen di blog ya....hehe....Maaf ya, aq comot judulnya.Tapi, pembahasannya sedikit berbeda koq.
Seringkali yang ada di pikiran kita tentang cara mencintai adalah dengan memanjakan, menyayangi, memuji, menyenangkan, dan lain-lain yang sejenis.Sedangkan cara membenci adalah dengan menyusahkan,mencaci,membuat menderita, menjauhi, menekan,menyingkirkan dan lain-lain yang juga sejenis. Karena dua cara yang sangat berkontradiksi inilah, cinta itu dipuja-puja dan benci dicaci-maki. Cinta dianggap yang terpenting,terbaik,dll lah.Sedangkan, benci,seperti halnya orang membenci, mencaci dan menjauhi,juga menekan
Tetapi, bukankah benci pun adalah bagian dari diri manusia?Bukankah dalam kehidupannya, manusia wajar jika pernah membenci?Bukankah, bagi orang-orang yang mengagungkan cinta, kebanyakan mereka juga menyimpan kebencian dalam hatinya?Mereka pun membenci yang namanya kebencian?
Cinta Gak Harus "Menyenangkan"
Cinta, mungkin berawal dari rasa peduli, rasa kagum,dll.Sedangkan, benci mungkin berawal dari rasa kecewa, rasa tidak suka,dll.Tapi, benci pun bisa berubah jadi cinta, begitu pula sebaliknya,.Keduanya tidak saling berkontradiksi walaupun berawal dari hal yang berbeda.Pun cinta tidak selamanya "berbentuk" sesuatu yang menyenangkan. Begitu pula dengan benci, tidak harus dan tidak selalu harus "berbentuk" penekanan.
Jika kita mengamati, cinta orang tua kepada anaknya, tidak selalu berwujud memanjakan dan memanjakan orang tua,Ada kalanya orang tua memarahi saat anaknya sudah kelewat batas, kadang juga memakai sedikit "kekerasan", ada kalanya pula orang tua melatih anaknya dengan tegas, membiarkan anaknya berusaha keras untuk mencapai sesuatu. Semua itu bukan berarti orang tua tidak mencintai anaknya, melainkan agar anak-anak tersebut dapat belajar untuk hidup, demi kebaikan anak itu sendiri. Dengan melihat orang tua marah, anak dapat belajar mana yang sudah terlampau batas untuk dilakukan, mana yang tidak. Dengan merasakan sedikit "kekerasan", anak dapat mengerti apa dan bagaimana rasa sakit itu, hingga ia tidak melakukannya pada orang lain.
Dengan berusaha keras sendiri, ia mengerti bahwa dengan berusaha keras ia bisa mencapai tujuannya, dan bahwa hidup pun juga harus berusaha, tidak hanya menerima. Dalam prosesnya, sebenarnya orang tua juga merasa sakit saat melihat anaknya kesusahan. Sama seperti kita saat menyakiti orang yang disayangi, tapi memang itulah yang harus dilakukan, bukan untuk memuaskan emosi kita, tetapi agar anak tersebut belajar. Tentu saja, hal itu juga gak boleh dilakukan kelewat batas oleh orang tua.
Dan, jika ada seorang sahabat, yang sedang mengevaluasi diri kita, mungkin pada saa itu, kita merasa tidak senang, dipojokkan, dll. Namun, ia sendiri pun tidak melakukannya dengan senang, atau dengan tujuan memojokkan kita. Ia sendiri pun, merasa tidak enak hati, mungkin juga merasa bersalah dan juga merasa "sakit" sama seperti kita yang dievaluasi. Ia tahu, bahwa yang dilakukannya itu akan membuat kita jadi tidak nyaman, pun ia mengerti resikonya jika kita jadi marah padanya. Tetapi, walaupun tahu resikonya dan juga merasa tidak enak hati, ia tetap melakukannya. Karena ia selalu mengharap yang terbaik bagi diri kita, karena ia mencintai kita.
Bukankah sudah jelas, cara mencinta tidak melulu memanjakan dan menyenangkan? Dengan cara lain pun, bukan berarti juga seseorang itu gak mencintai kita.
Benci Pun Tidak Harus Menyengsarakan
Biasanya kita mengungkapkan kebencian kita terhadap seseorang dengan menjauhi, mencemooh, menindas, membalas dendam, ataupun dipendam dalam hati (nggrundel mburi). Tetapi, pernahkah kita memikirkan, apakah hal tersebut dapat mengubah sesuatu menjadi lebih baik?Apakah kebencian kita berkurang?
Jawabannya tidak,bukan? Semua itu sama sekali tidak mengubah keadaan menjadi lebih baik, tidak juga mengurangi kebencian kita.Yang terjadi malah kita menumbuhkan kebencian kita, memperbanyak permasalahan yan terjadi (karena seringkali jadi merembet kemana-mana masalahnya), dan menjadi semakin masalah berkepanjangan.
Apakah itu yang kita inginkan?Berlarut-larut dalam kebencian dan masalah.Apakah tidak ada cara yang lebih baik untuk "mengungkapkan" kebencian kita?Bukankah lebih baik jika kita memahami penyebab kebencian kita dan mencoba untuk membuat segalanya lebih baik?Bukan untuk mencurahkan amarah dan kebencian kita, tetapi mengurangi rasa benci dan amarah kita. Bukan untuk berlarut-larut dalam kebencian dan masalah, tetapi untuk segera menyelesaikannyal. Mengubah kebencian terhadap yang lain menjadi empati terhadap yang lain.
Mungkin seseorang memiliki hal yang benar-benar yang kita itu gak suka, bikin illfeel, bikin sebel. Tetapi, pasti ada yang menyebabkan hal itu. Yang menyebabkan kita tidak suka, dan yang menyebabkan dia memiliki hal yang kita tidak sukai itu. Bisa jadi, dia yang bermasalah, bisa jadi juga justru kita yang bermasalah.
Dengan kita mencoba membicarakan hal apa yang kita tidak sukai pada dirinya, kita bisa memahami apa yang membuatnya seperti itu. Kita pun bisa berbagi pikiran, dan mengetahui apakah sudut pandang kita yang butuh untuk diperbaiki, dirinya, ataukah keduanya. Dengan begitu, kita bisa saling belajar dan menjadi lebih baik. Mengubah benci, menjadi rasa cinta. Masalah selesai, dan kita bisa sama-sama bahagia.
Walaupun, gak bisa dipungkiri juga, ada orang yang memang sudah "parah", dan sama sekali tidak mau mendengarkan orang lain, ataupun memperhatikan sekitarnya, dan mungkin, di saat itu butuh langkah yang memang benar-benar "tegas". Tetapi, selama masih ada potensi untuknya menjadi lebih baik, kenapa nggak?Iya kan?
Jadi,Qrasa kita butuh untuk mengubah paradigma kita tentang cara mencurahkan dan mengungkapkan kebencian. Bukan pada objeknya, tapi pada penyebabnya. Bukan dengan tujuan untuk merusak, tetapi dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.
Pasti deh, susah melakukannya. Aq juga sama, aq belum bisa melakukannya. Tapi, dengan memiliki dasar pemikiran ini, dan berbagi melalui blog ini, harapanQ kita bisa saling berbagi dan belajar tentang caranya. Dan, saling mengingatkan satu sama lain.
Cinta dan Benci Merupakan Bagian dari Proses Kehidupan
Baik benci, cinta maupun perasaan-perasaan kita yang lainnya, entah itu bersifat positif maupun negatif, merupakan hal yang sangat wajar mengisi kehidupan kita. Dari hal-hal tersebut kita akan belajar, belajar tentang hal-hal manakah yang akan menuju pada kerusakan; belajar menerima kenyataan dan hidup di dalamnya ; belajar bagaimanakah agar kita bisa menjadi lebih baik,lebih baik bagi diri kita, orang lain, alam dan Tuhan.
Tuhan pun tidak akan menciptakan sesuatu dengan tujuan "merusak" ciptaanNya. Tidak pula agar ciptaanNya malah saling merusak.Pasti ada cara untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Itu tugas kita untuk menemukannya. Karena tugas kita pula yang menjadikan dunia ini dunia yang lebih baik untuk ditinggali, sebagai "Khalifah Fil Ard", "Pemimpin di muka bumi".
Kita tidak perlu menghilangkan sifat-sifat negatif dari diri kita untuk menjadi orang baik. Kita hanya perlu mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih baik. Dengan menghindar dan menghilangkannya, mungkin kita pun juga akan "kehilangan" bagian diri kita. Tetapi dengan mengubahnya, kita dapat mengisi diri dan mengatur diri kita untuk hal-hal yang lebih baik.
"Be a Good Man Make Us being a Human, Be a Perfect Man Not Make Us Being a Human"
10 comments
Write comments"Jadi,Qrasa kita butuh untuk mengubah paradigma kita tentang cara mencurahkan dan mengungkapkan kebencian. Bukan pada objeknya, tapi pada penyebabnya. Bukan dengan tujuan untuk merusak, tetapi dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah."
Replyyups, sebelum kebencian membuatakan kita, kita perlu tahu mengapa dan bagaimana kebencian itu lahir....serta apa alasan kita membenci sebenarnya, dan apakah alasan kita membenci tersebut dapat dibenarkan?
kita memang bukan malaikat. wajar-wajar saja kalau kita bergelut dengan kebencian...yang menjadi tugas kita adalah 'memahami" kebencian itu..
hohoho, so' banget ya komentar saya ini??
Bener,mas.
ReplyGak sok koq. Hehe....
^^
kamu sama huda sama-sama berbakat jadi filsuf.. hehehehe...
Replywaaaa, bahasanya.... berat...
Reply@Noell-Loebis : hoho...filsuf ya...berat banget....
Reply@eks : begitukah? wah, kapan2 deh, dikurangi(apanya?). yah, kapan-kapan coba belajar nulisnya lebih baik lagi, biar g berat .... :)
kalo bisa sih ga usah ada benci-bencian meskipun benci ga semua menyengsarakan hihi damai itu indah kawan ☺
Replytapi sayangnya gak bisa. Abiz dengan kamu bilang begitu, kamu sendiri membenci "benci" itu sendiri,kan?
ReplyKenapa harus menghilangkan sesuatu yang memang kita gak ada kemampuan untuk menghilangkannya.Iya kan?
Damai itu bukan berarti tanpa benci,kan?
O iya, salam kenal ya.Aq gak tau tadi, ternyata mbak ya yang namanya nonanoto?Salam kenal ya...
ReplySebenere kemarin mau baca-baca di blog-nya mbak, tapi belum sempet.hehehehe.....
hei Kachoo, lama tak bersua...heemmmmmm, aku juga kadang klo nunjukin saya ng pake marak2, hem sebenarnya bukang marah2 tapi berusaha tegas..
Reply@Rose : iya, hehe...aq masih sibuk TA nie.
Replyyah, tegas itu juga perlu koq. tegas dan relalu terbawa emosi kan berbeda :D
Mari bercuap-cuap :D