Memilih Berbeda Dengan Menentukan
Hidup itu pilihan |
Sering kita dengar orang berkata,”Aku tidak memilih untuk
dilahirkan miskin, cacar ataupun kekurangan lainnya”. Sering kali, dalam
pikiran kita pengertian memilih menjadi ambigu dengan menentukan. Hingga
seringkali kita terpaku pada apa yang terjadi pada kita, dan cenderung
menyalahkan perbedaan. Lalu, apa sih sebenarnya memilih itu?
Kita selalu menginginkan apapun sesuai dengan apa yang
kita inginkan. Wajar saja sebagai manusia, memang seperti itulah sifat manusia.
Tetapi, seringkali kita hanya menginginkan hal itu terjadi, tanpa ada
konsekuensi apapun. Saat segalanya tidak sesuai dengan keinginan kita,
seringkali kita jadi menyalahkan keadaan, “bukan aku yang memilih, ini terjadi
begitu saja”. Lalu, kita bisa lepas
tangan dan membiarkan semua terjadi, begitu saja. Karena, bukan kita kan yang
memilih?
Seringkali, yang ada di benak kita tentang memilih adalah terwujudnya setiap keinginan kita. Dan,memang pilihan kita selalu sesuai dengan yang kita inginkan. Tetapi, yang harus kita sadari, adalah bahwa kita bukanlah Yang Maha Menentukan, kita pun tidak memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang terjadi pada kita. Kita tidak bisa menentukan bahwa setiap yang kita inginkan akan segera terpenuhi dengan sepenuhnya. Kita tidak bisa menentukan di mana dan bagaimana kita lahir. Kita tidak bisa menentukan keadaan untuk menuruti seluruh keinginan kita.
Kita memilih selalu berdasarkan pilihan yang tersedia |
Tetapi, kita bisa memilih, memilih untuk menjadi lebih baik,
memilih untuk mewujudkan impian kita, memilih untuk mengubah kehidupan dan
lingkungan kita. Memilih berbeda dengan menentukan. Ketika kita dihadapkan
dengan berbagai pilihan dengan berbagai “isinya” yang tersedia di hadapan kita,
saat itulah kita memilih. Dan, dalam kehidupan ini, setiap pilihan selalu
diiringi dengan konsekuensinya. Kita tidak bisa hanya memilih, tetapi
menghindari konsekuensinya. Kita harus memilih, dan menjalankan konsekuensinya.
Tidak pula kita yang menentukan konsekuensi yang ingin kita jalankan.
Kita bisa memilih untuk menjadi bahagia dan sukses, tetapi
kita juga harus menjalani konsekuensinya. Tidak peduli seberapapun rendahnya
titik awal perjalanan itu, tidak peduli seberapapun sulitnya keadaan kita saat
itu, saat kita menjalani konsekuensinya, maka kita akan mendapatkannya. Itulah
yang saya rasa disebut sebagai memilih.
Freewill yang kita miliki bukanlah untuk menentukan segala
sesuatu yang terjadi pada diri kita. Melainkan, untuk memilih apa yang kita
tuju -sesuai dengan yang kita harapkan- dan menjalankan konsekuensi dari setiap
pilihan yang kita pilih.
Begitu pula, dengan keadilan Tuhan, bukan terletak pada keadaan yang terjadi pada hidup kita. Melainkan, terletak pada “kesempatan” dan kebebasan bagi kita semua untuk memilih dan mengubah nasibnya sendiri, menjadi sukses dan bahagia. Setiap orang memiliki “kesempatan” yang sama untuk sukses, tak peduli bagaimanapun keadaannya di awal asalkan ia menjalankan konsekuensi dari pilihannya tersebut.
Setiap orang memiliki “kesempatan” yang sama untuk bahagia, asalkan ia menjalankan konsekuensi dari pilihannya tersebut. Insya Allah, di posting yang lain akan saya bahas lebih lanjut mengenai pembahasan ini.
5 comments
Write commentsyang terpenting setelah menghadapi sebuah pilihan, harus mulai mengerti untuk menghargainya dan tidak menyesalinya ;D
Replyidem
Reply@nonanoto: yup,yup. pastinya.
Replytulisan ini sebenernya karena melihat sepertinya banyak yang menyerah dengan keadaannya sih.
@mas huda: idem dengan mbak nonanoto ya?
ya menyerah atau enggak kan tergantung kekuatan yang dipatok di personal. hehehe. kadang aku juga nyerah kok semisal emang ngerasa udah ga bisa lagi. mungkin kita butuh nyerah buat nemuin jalan keluar lain. kadang loh ya ga setiap saat karena buat nyerah juga ga semudah angkat tangan.
Replymemang iya sih, kadang kita perlu menyerah untuk menemukan jawaban lain. Dan, memang menyerah itu sendiri gak mudah.
ReplyTapi, kalo menyerahnya untuk bangkit, gak masalah, bguis malah. Tapi, kalo pasrah dengan keadaan dan cuma ngalir kayak air. Padahal masih bisa menjadi lebih baik.Padahal masih belum dicoba dengan segala cara. Trz, beralasan yang kayak gt td. Itu menyebalkan,kan?
*sori, mungkin cuma ke-illfeel-an pribadi aj.hehe...
Mari bercuap-cuap :D