"Hidup Kadang Gak Adil", Berarti Tuhan juga?
Nah, saya
sudah janji akan membahas tentang hal ini di posting Memilih Berbeda Dengan Menentukan.Akhirnya, ada
juga kesempatan buat ngetik ini.
Sering saya
dengar orang bilang, “hidup itu kadang gak adil, walaupun begitu.....”. Sebenernya, saya sedikit sebal mendengar
kata-kata ini. Kenapa? Karena sepertinya secara gak langsung mengatakan bahwa
Tuhan itu juga kadang gak adil. Koq bisa? Tentu saja. Siapa sih pencipta
kehidupan ini? Tuhan kan? Kalo apa yang diciptakan itu kadang gak adil, berarti
sama juga donk dengan yang menciptakan. Ciptaan, sedikit banyak juga
“menggambarkan” penciptanya,kan?
Mungkin ada
yang marah mendengar komentar saya di atas. Tapi, jujur, saya sebel. Dan, yah,
sedikit banyak , saya merasa kata-kata itu adalah pembenaran, sekaligus
penghiburan. “hidup kadang gak adil”, itu adalah ungkapan “emosi” kita karena
melihat “ketidakadilan kehidupan”(itu adalah pendapat menurut kita), sedangkan
kata-kata,”walaupun begitu....”, itu adalah penghiburan atas ketidakadilan yang
kita rasakan, agar kita dapat terus maju.
Tapi,
bukankah dengan begitu, kita secara gak langsung jadi meragukan keadilan
Tuhan? Pada suatu titik, bisa jadi
karena pemikiran seperti itu, kita justru “marah” kepada Tuhan. Karena terus
memaksakan pemikiran seperti itu, namun kenyataannya selalu kembali pada hal
yang sama. Pun, jika tidak “marah”, seringkali kita jadi menutup hati dan mata
kita atas segala realitas yang ada.
Tapi, masa’
Tuhan itu gak adil? Bagaimana itu mungkin? Apa sih yang sebenarnya dimaksud
dengan keadilan? Di mana keadilan Tuhan?
Adil
Selama ini,
kita seringkali mendefinisikan adil sebagai sama rata. Sesuatu dikatakan adil,
jika sama-sama memiliki.....Padahal, seperti kita tahu, sudah menjadi
sunnatullahNya/kodratNya manusia itu berbeda. Berbeda dalam kepribadian,
kondisi, ataupun fisik. Jika manusia tercipta dalam kondisi yang sama, apakah
itu bisa dikatakan manusia? Bukankah kalo’ kaya’ gitu jadinya sama dengan
barang-barang pabrikan ciptaan manusia, yang diciptakan dalam kondisi yang
sama, dan hasil yang sama?
Apakah kita
mau memiliki kualitas yang sama dengan barang-barang pabrikan itu? Lalu, jika
itu terjadi, bagaimanakah dengan kelebihan yang dimiliki manusia dengan
keberagaman yang mereka miliki (dibahas lebih lanjut di lain posting). Benarkan
keadilan itu sesuatu yang justru membuat kita tidak istimewa? Lalu, yang perlu
ditanyakan kembali, benarkah yang itu yang dinamakan keadilan? Sama rata? Jika
tidak, lalu apakah itu keadilan?
Menurut
saya, keadilan itu, ada pada sunnatullahNya, hukum Tuhan, atau kadang ada yang
menyebutnya hukum alam. Apa maksudnya? Dengan adanya sunnatullah, kita dapat
hidup secara adil. Misalnya saja :
Dengan
berbagai sunnatullah yang telah Ia atur, manusia yang awalnya berada di taraf
bawah, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sukses, dengan yang
berada di kalangan atas. Buktinya? Ada banyak orang yang mendaki dari bawah,
untuk mendapatkan kesuksesan. Tidak jarang dari mereka yang sukses. Pun, tidak
kalah dari orang yang startnya lebih tinggi dari mereka. Begitu pula dari yang
berada di posisi lebih tinggi, bisa saja berada di bawah. Semua itu, tergantung
dari pilihan dan tindakan mereka. Jika mereka memilih sunnatullah untuk sukses
(misal : berusaha keras dan cerdas), maka mereka akan sukses, gak peduli siapapun
mereka dan darimana mereka berasal). Begitu pula jika mereka tidak melakukan
sunnatullah untuk sukses, siapapun dia, dia gak akan bisa menjadi sukses.
Sama halnya
dengan orang yang memiliki keterbatasan. Apapun keterbatasan yang mereka
miliki, itu bukan halangan bagi mereka untuk hidup bahagia dan sukses. Asalkan
mereka menjalankan sunnatullahNya. Bahkan bisa jadi kesuksesan mereka mungkin
“lebih” dari orang yang normal secara fisik.
Adil
bukan?Setiap orang mendapatkan hal yang setimpal untuk perbuatan mereka. Setiap
orqang memiliki kesempatan untuk meraih keinginannya. Setiap orang pasti akan
mendapat konsekuensi dari setiap perbuatan mereka. Tersedia begitu banyak jalan
buat kita. Tinggal bagaimana kita memilih dan menjalankan konsekuensinya.
Keadilan,
bukan terletak pada kondisi yang terlihat, tetapi dari “jalan-jalan” yang kita
pilih dan “pengorbanan” untuk
mencapainya, dari kesempatan dan potensi yang terbuka untuk mencapai “kesuksesan”.
Sekalipun, ia gak mencapainya dalam satu waktu, tetapi bukan berarti ia gak
akan bisa mencapai tujuannya. Bahkan, ia mendapatkan “pelajaran hidup” sebagai
gantinya, sebagai bekal untuk “kesuksesan” yang akan diraihnya kelak.
Tiap orang
memiliki kesempatan yang sama untuk meraih berbagai hal, untuk mengembangkan
dirinya. Tidak peduli bagaimanapun kondisi awal dirinya. Asalkan apa yang kita
pilih, memang sesuai dengan tujuan kita, dan apa yang kita lakukan memang
sesuai dengan tujuan dan pilihan kita. Jika yang kita pilih itu positif, ya
akan mengarah pada hal yang positif, jika negatif ya akan mengarah kepada hal
yang negatif pula.
Justru saat
Tuhan memberikan keadilan dalam bentuk kesama-rataan, maka kita tidak akan
mencapai kemajuan peradaban yang seperti sekarang, pun tidak ada kreatifitas,
juga bisa jadi, tidak akan sedih dan senang. Karena semuanya sama rata, tidak ada
dinamika, tidak ada perbedaan sebagai pemicunya.
Justru, saat
Tuhan menciptakan semua dalam keadaan sama rata, tidak akan dunia yang
sesempurna dan seluar biasa ini untuk ditinggali. Kita tidak seharusnya
menyalahkan keadaan atas segala yang terjadi, tapi seharusnya, kitalah yang
mengubahnya. Kita lah yang dititipkan kemampuan untuk itu, oleh Tuhan. Yang diberi
tanggung jawab untuk mengubahnya bukan Tuhan, tetapi kita. Kita semua, bersama,
sebagai manusia. Bukan sebagai satu suku, agama, ras, atau yang lainnya.Tetapi
sebagai manusia.
Seperti
halnya manusia yang merupakan makhluk sosial, begitu pula dengan sunnatullah
antar manusia akan saling berhubungan, dan membawa pada konsekuensi tersendiri
( dibahas lain kali).
Kesimpulan
Jangan
pernah menyalahkan kehidupan atas apa yang telah terjadi. Kita manusia, yang
diberkahi dengan “perlengkapan canggih” untuk “mengupgrade” kehidupan. Jika
seandainya terdapat sesuatu yang tidak seharusnya, itu berarti adalah
kesempatan kita untuk mengubahnya. Merupakan keputusan kita, untuk menjadikan
kehidupan kita bahagia atau bukan. Merupakan keputusan kita, untuk menjalankan
sunnatullahNya atau tidak. Kita gak akan rugi sama sekali dengan
menjalankannya, justru banyak untung
yang akan kita dapatkan.
“Tuhan gak
akan mengubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu mengubahnya sendiri” =>
Tuhan sudah memberikan bekal freewill, dan berbagai hal lain (yang gak bisa
terhitung jumlahnya) pada kita untuk melakukannya. Masihkah kita merasa itu gak
adil? Masihkah kita bermanja pada Tuhan kita, dan protes sana-sini? Tuhan pun
menciptakan kita, bukan agar kita jadi seenaknya sendiri. Akan selalu ada
akibat karena ada sebab, itu yang “diajarkan” Tuhan pada kita, melalui
sunnatullah-sunnatullahNya. Agar kita selalu belajar dan belajar menjadi lebih
baik.
Hem...berat
ya?mungkin juga banyak yang bertanya-tanya, sebel, aneh juga, atau gimana gitu
dengan postingan ini. Tapi, yah, saya hanya ingin berbagi pikiran. Mungkin
dengan begitu akan dapat sedikit membantu “perubahan” dunia menjadi lebih baik.
Silakan menuangkan kesan-pesannya ya lewat komentar......... ^.<
3 comments
Write commentsI think He always do justice to His people, but sometimes we feel it doesn't. Because "justice" in our mind isn't ALWAYS same with what He "thought"... :)
Replyyes I think so... kadang sbenernya kitalah yang bersikap tidak adil pada diri sendiri... :(
Reply@all : karena itulah, kita butuh memahami apakah yang sebenarnya dimaksud dengan keadilan. Bagaimanakah "wujud" keadilan Tuhan.Dengan begitu, kita tidak akan lagi berkomentar, mempertanyakan, atau memprotes apapun pada Tuhan. Tetapi, justru kita dapat menjadikan apapun yang terjadi, yang ada di sekitar kita, untuk maju dalam kehidupan. To make a better world, bukan malah menunggu segalanya menjadi baik dengan sendirinya.
ReplyKarena bukan Tuhan yang memiliki tugas sebagai "khalifah", penjaga dan pengelola, bumi ini, melainkan kita manusia. Dan, kita memiliki segala yang kita butuhkan untuk itu.
Mari bercuap-cuap :D