"Hidup Kadang Gak Adil", Berarti Tuhan juga?

3/28/2011 3 Comments A+ a-


Nah, saya sudah janji akan membahas tentang hal ini di posting Memilih Berbeda Dengan Menentukan.Akhirnya, ada juga kesempatan buat ngetik ini.

Sering saya dengar orang bilang, “hidup itu kadang gak adil, walaupun begitu.....”.  Sebenernya, saya sedikit sebal mendengar kata-kata ini. Kenapa? Karena sepertinya secara gak langsung mengatakan bahwa Tuhan itu juga kadang gak adil. Koq bisa? Tentu saja. Siapa sih pencipta kehidupan ini? Tuhan kan? Kalo apa yang diciptakan itu kadang gak adil, berarti sama juga donk dengan yang menciptakan. Ciptaan, sedikit banyak juga “menggambarkan” penciptanya,kan?


Mungkin ada yang marah mendengar komentar saya di atas. Tapi, jujur, saya sebel. Dan, yah, sedikit banyak , saya merasa kata-kata itu adalah pembenaran, sekaligus penghiburan. “hidup kadang gak adil”, itu adalah ungkapan “emosi” kita karena melihat “ketidakadilan kehidupan”(itu adalah pendapat menurut kita), sedangkan kata-kata,”walaupun begitu....”, itu adalah penghiburan atas ketidakadilan yang kita rasakan, agar kita dapat terus maju.


Tapi, bukankah dengan begitu, kita secara gak langsung jadi meragukan keadilan Tuhan?  Pada suatu titik, bisa jadi karena pemikiran seperti itu, kita justru “marah” kepada Tuhan. Karena terus memaksakan pemikiran seperti itu, namun kenyataannya selalu kembali pada hal yang sama. Pun, jika tidak “marah”, seringkali kita jadi menutup hati dan mata kita atas segala realitas yang ada.

Tapi, masa’ Tuhan itu gak adil? Bagaimana itu mungkin? Apa sih yang sebenarnya dimaksud dengan keadilan? Di mana keadilan Tuhan?

Adil
Selama ini, kita seringkali mendefinisikan adil sebagai sama rata. Sesuatu dikatakan adil, jika sama-sama memiliki.....Padahal, seperti kita tahu, sudah menjadi sunnatullahNya/kodratNya manusia itu berbeda. Berbeda dalam kepribadian, kondisi, ataupun fisik. Jika manusia tercipta dalam kondisi yang sama, apakah itu bisa dikatakan manusia? Bukankah kalo’ kaya’ gitu jadinya sama dengan barang-barang pabrikan ciptaan manusia, yang diciptakan dalam kondisi yang sama, dan hasil yang sama?

Apakah kita mau memiliki kualitas yang sama dengan barang-barang pabrikan itu? Lalu, jika itu terjadi, bagaimanakah dengan kelebihan yang dimiliki manusia dengan keberagaman yang mereka miliki (dibahas lebih lanjut di lain posting). Benarkan keadilan itu sesuatu yang justru membuat kita tidak istimewa? Lalu, yang perlu ditanyakan kembali, benarkah yang itu yang dinamakan keadilan? Sama rata? Jika tidak, lalu apakah itu keadilan?

Menurut saya, keadilan itu, ada pada sunnatullahNya, hukum Tuhan, atau kadang ada yang menyebutnya hukum alam. Apa maksudnya? Dengan adanya sunnatullah, kita dapat hidup secara adil. Misalnya saja :
Dengan berbagai sunnatullah yang telah Ia atur, manusia yang awalnya berada di taraf bawah, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sukses, dengan yang berada di kalangan atas. Buktinya? Ada banyak orang yang mendaki dari bawah, untuk mendapatkan kesuksesan. Tidak jarang dari mereka yang sukses. Pun, tidak kalah dari orang yang startnya lebih tinggi dari mereka. Begitu pula dari yang berada di posisi lebih tinggi, bisa saja berada di bawah. Semua itu, tergantung dari pilihan dan tindakan mereka. Jika mereka memilih sunnatullah untuk sukses (misal : berusaha keras dan cerdas), maka mereka akan sukses, gak peduli siapapun mereka dan darimana mereka berasal). Begitu pula jika mereka tidak melakukan sunnatullah untuk sukses, siapapun dia, dia gak akan bisa menjadi sukses.

Sama halnya dengan orang yang memiliki keterbatasan. Apapun keterbatasan yang mereka miliki, itu bukan halangan bagi mereka untuk hidup bahagia dan sukses. Asalkan mereka menjalankan sunnatullahNya. Bahkan bisa jadi kesuksesan mereka mungkin “lebih” dari orang yang normal secara fisik.

Adil bukan?Setiap orang mendapatkan hal yang setimpal untuk perbuatan mereka. Setiap orqang memiliki kesempatan untuk meraih keinginannya. Setiap orang pasti akan mendapat konsekuensi dari setiap perbuatan mereka. Tersedia begitu banyak jalan buat kita. Tinggal bagaimana kita memilih dan menjalankan konsekuensinya.

Keadilan, bukan terletak pada kondisi yang terlihat, tetapi dari “jalan-jalan” yang kita pilih dan “pengorbanan”  untuk mencapainya, dari kesempatan dan potensi yang terbuka untuk mencapai “kesuksesan”. Sekalipun, ia gak mencapainya dalam satu waktu, tetapi bukan berarti ia gak akan bisa mencapai tujuannya. Bahkan, ia mendapatkan “pelajaran hidup” sebagai gantinya, sebagai bekal untuk “kesuksesan” yang akan diraihnya kelak.

Tiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih berbagai hal, untuk mengembangkan dirinya. Tidak peduli bagaimanapun kondisi awal dirinya. Asalkan apa yang kita pilih, memang sesuai dengan tujuan kita, dan apa yang kita lakukan memang sesuai dengan tujuan dan pilihan kita. Jika yang kita pilih itu positif, ya akan mengarah pada hal yang positif, jika negatif ya akan mengarah kepada hal yang negatif pula.

Justru saat Tuhan memberikan keadilan dalam bentuk kesama-rataan, maka kita tidak akan mencapai kemajuan peradaban yang seperti sekarang, pun tidak ada kreatifitas, juga bisa jadi, tidak akan sedih dan senang. Karena semuanya sama rata, tidak ada dinamika, tidak ada perbedaan sebagai pemicunya.

Justru, saat Tuhan menciptakan semua dalam keadaan sama rata, tidak akan dunia yang sesempurna dan seluar biasa ini untuk ditinggali. Kita tidak seharusnya menyalahkan keadaan atas segala yang terjadi, tapi seharusnya, kitalah yang mengubahnya. Kita lah yang dititipkan kemampuan untuk itu, oleh Tuhan. Yang diberi tanggung jawab untuk mengubahnya bukan Tuhan, tetapi kita. Kita semua, bersama, sebagai manusia. Bukan sebagai satu suku, agama, ras, atau yang lainnya.Tetapi sebagai manusia.

Seperti halnya manusia yang merupakan makhluk sosial, begitu pula dengan sunnatullah antar manusia akan saling berhubungan, dan membawa pada konsekuensi tersendiri ( dibahas lain kali).

Kesimpulan
Jangan pernah menyalahkan kehidupan atas apa yang telah terjadi. Kita manusia, yang diberkahi dengan “perlengkapan canggih” untuk “mengupgrade” kehidupan. Jika seandainya terdapat sesuatu yang tidak seharusnya, itu berarti adalah kesempatan kita untuk mengubahnya. Merupakan keputusan kita, untuk menjadikan kehidupan kita bahagia atau bukan. Merupakan keputusan kita, untuk menjalankan sunnatullahNya atau tidak. Kita gak akan rugi sama sekali dengan menjalankannya, justru banyak  untung yang akan kita dapatkan.

“Tuhan gak akan mengubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu mengubahnya sendiri” => Tuhan sudah memberikan bekal freewill, dan berbagai hal lain (yang gak bisa terhitung jumlahnya) pada kita untuk melakukannya. Masihkah kita merasa itu gak adil? Masihkah kita bermanja pada Tuhan kita, dan protes sana-sini? Tuhan pun menciptakan kita, bukan agar kita jadi seenaknya sendiri. Akan selalu ada akibat karena ada sebab, itu yang “diajarkan” Tuhan pada kita, melalui sunnatullah-sunnatullahNya. Agar kita selalu belajar dan belajar menjadi lebih baik.

Hem...berat ya?mungkin juga banyak yang bertanya-tanya, sebel, aneh juga, atau gimana gitu dengan postingan ini. Tapi, yah, saya hanya ingin berbagi pikiran. Mungkin dengan begitu akan dapat sedikit membantu “perubahan” dunia menjadi lebih baik. Silakan menuangkan kesan-pesannya ya lewat komentar......... ^.<

3 comments

Write comments
rabest
AUTHOR
29 Maret 2011 pukul 14.46 delete

I think He always do justice to His people, but sometimes we feel it doesn't. Because "justice" in our mind isn't ALWAYS same with what He "thought"... :)

Reply
avatar
M. Hudatullah
AUTHOR
29 Maret 2011 pukul 22.10 delete

yes I think so... kadang sbenernya kitalah yang bersikap tidak adil pada diri sendiri... :(

Reply
avatar
kacho
AUTHOR
30 Maret 2011 pukul 11.40 delete

@all : karena itulah, kita butuh memahami apakah yang sebenarnya dimaksud dengan keadilan. Bagaimanakah "wujud" keadilan Tuhan.Dengan begitu, kita tidak akan lagi berkomentar, mempertanyakan, atau memprotes apapun pada Tuhan. Tetapi, justru kita dapat menjadikan apapun yang terjadi, yang ada di sekitar kita, untuk maju dalam kehidupan. To make a better world, bukan malah menunggu segalanya menjadi baik dengan sendirinya.

Karena bukan Tuhan yang memiliki tugas sebagai "khalifah", penjaga dan pengelola, bumi ini, melainkan kita manusia. Dan, kita memiliki segala yang kita butuhkan untuk itu.

Reply
avatar

Mari bercuap-cuap :D