“My World”,”My Imaji”
Ehm....Niat pingin postingin hasrat ide yang ada di otak
ini, tapi koq waktunya gak cukup. Jadi, pingin cerita tentang sesuatu aja deh
(ya iyalah sesuatu, emang apalagi?). A story when i was kid, may be until
now.... :p
“My world”, mirip dengan nama blog ini ya?Tapi, gak cerita
ini tidak terlalu ada hubungannya juga dengan judul blog ini. My World yang
akan saya ceritain di sini, mungkin bisa dibilang adalah dunia khayalan saya.
Ya, “dunia” tempat saya dulu lari dari kenyataan. Seperti saat Dave Pelzer kecil
yang teraniaya oleh ibu kandungnya sendiri, dan membayangkan dirinya menjadi
superman, begitu tegar dan kekar, tiada tandingan,terbang ke angkasa yang
bebas. Tapi, berbeda dengan khayalan dave, rasanya milikku ini cukup
"plain-plain" saja.
*****************************************************
Dunia itu, dunia yang sangat putih.Awalnya aku kira begitu,
tetapi sepertinya aku salah. Dunia itu sedikit berwarna krem, warna yang
lembut,kurasa. Di dunia itu, sepertinya hanya ada aku sendiri, tak kulihat ada
seorang pun di sana, tidak juga ku dengar suara orang lain.Hanya suara bisik
gemerisik kecil yang tidak jelas dari mana asalnya, tetapi sepertinya suara itu
cukup menenangkan.Di sana, seperti ada arus begitu kuat menerpaku, dan aku,
entah kenapa menghadap melawan arus itu. Arus itu terasa seperti angin. Karena
itu, aku sempat berpikir, oh, aku berada di udara. Mungkinkah aku sedang
terbang?
Tetapi semakin lama
aku sadar, tidak, aku tidak sedang di udara, aku tidak sedang terbang. Karena
gerak tubuhku terasa berat, tidak bebas. Seakan ada yang menghalangiku untuk
bergerak.Padahal angkasa yang luas itu, bukankah di sana terlihat sangat bebas,lepas. Tapi,
gerakku di sini terasa berat, serasa di dalam air. Ya, benar, jadi aq saat ini
sedang berada di dalam air. Di manakah aku ini?
Beberapa waktu berselang, tetap saja dunia itu tidak
berubah. Aq yang mencoba melewati arus itu, yang selalu menengok ke depan,
seperti sedang mencari sesuatu. Apa yang
kucari?Aku tidak tahu. Apa yang kuharapkan?Aku tidak tahu. Kenapa aku selalu
seakan ingin dan sedang mencari sesuatu?Aku pun tidak tahu alasannya. Yang
kutahu, hanya aq sedang mencari sesuatu.
Waktu berlalu, tahun demi tahun berganti. Akhirnya aq sadar,
ternyata aq yang saat itu berada di dunia itu, mungkin sedang melayang, entah
tenggelam jauh di dasar laut. Entah apakah benar laut atau bukan.Tetapi, laut itu bukan biru, berwarna krem. Kini,
aq sepertinya sedang menjangkau dunia, dunia di atas permukaan laut itu. Aku
ingin tahu, ada apa di sana.
Namun setelah beberapa tahun lamanya,
tidak juga aku bisa mencapainya. Ya, paling jauh, hanya hampir menyentuh
permukaan. Setelah itu, rasanya aku kembali tenggelam. Yang saat itu bisa
kuangankan adalah aq terbang, mengepakkan sayapQ menjelajah udara, menyebarkan
benih-benih kecil yang berkilauan, seperti peri.
Tapi, di saat ini,benar-benar saat ini. Tanpa kusadari,
ternyata aku sudah berada di daratan. Dunia ini, masih saja berwarna krem,
dunia yang memang monoton kah?Entahlah. Hanya saja, warna ini membuatku tenang.
Meski begitu sunyi, aku merasa begitu nyaman.Ya, dunia di balik permukaan air
itu.Aq telah mencapainya. Aku sedang berdiri di pinggiran daratan, memandang
pada air laut, dunia tempat aku berada sebelumnya. Tapi, aku hanya
memandanginya. Aq masih juga belum memiliki sayap, seperti anganku saat di
dalam laut itu. Terkadang, bahkan seakan aq merasa melihat diriku masih saja
terjun ke dalam air itu.
Tapi, kini anganku bertambah. Aku tidak lagi hanya ingin
terbang. Aku ingin melihat “dunia-dunia” yang lainnya. Aku ingin tahu, saat aku
terbang, ada apakah di bawahku?Mungkinkah aku dapat menjelajahinya?
*****************************************************
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, aku ini lagi cerita apa
seh? Yah, seperti judul ini, “My World”, itu adalah dunia yang kuciptakan.
Dunia di dalam pikiranku, dunia dalam imajinasiku, dunia dalam pelarianku.
Lalu, jika aku tahu, bahwa itu adalah pelarianku, kenapa aku
tidak lekas menghadapi kenyataan?
Kurasa, tiap orang butuh tempat untuk “lari”, seperti halnya
Dave Pelzer. “Lari”, terkadang itu adalah cara untuk bertahan, yang terakhir
tentu saja . Di saat kita tidak mampu menghadapi di dalam realita, mungkin kita
akan lari pada pikiran kita, pada khayal dan imaji kita.
Mungkin banyak yang akan berpikir saya gila, schizophrenia,
autis, menakutkan atau apalah, saat saya bercerita saya punya dunia sendiri
(walaupun saya juga gak yakin, apakah bener yang kayak gitu bisa disebut punya
dunia sendiri). Tapi, bagi saya,sama sekali gak salah koq. Juga tidak gila.
Tidak pula menakutkan. Karena dengan itu, saya sama sekali tidak berperilaku
dan tidak punya sifat seorang psikopat,pembunuh, pemfitnah,pengadu domba,ataupun
koruptor. Bagiku, semua itu wajar. Sangat wajar. Kita semua memiliki imajinasi,
dan kita membutuhkannya, kita pun “bebas” merancang dan menggunakannya.
Dan, terutama, kalo ada yang bilang autis, ada sedikit
kebanggaan pada diri saya. Kenapa? Bagi saya, autis itu spesial, sangat
spesial. Dan, saya sangat kagum pada mereka. Tidak hanya autis, begitu pula
dengan orang-orang cacat lainnya. Beneran deh, kagum dan salut banget.
Rasa-rasanya saya itu pingin jadi penggemar rahasia mereka (karena biasanya cuma
diem2 aja, hehehe.... :p). Saya benar-benar mengagumi mereka, mungkin lebih
daripada orang-orang “tanpa cacat” lainnya yang mungkin prestasinya lebih
tinggi. Walaupun, mungkin saya sendiri gak begitu tegar bagi mereka. Kenapa?
lain kali akan saya ceritakan di posting lain.
Oke, kembali ke topik awal. Tentang lari dari kenyataan,
saya rasa itu bukanlah hal yang sama sekali tidak boleh dilakukan. Justru itu
dianjurkan, saat kita benar-benar berada “di ujung realita”. Kita butuh lari. Bukan
lari untuk meninggalkan realita, melainkan lari untuk kembali pada realita.
Saat kita berlari, kita harus bersiap kembali untuk
menghadapi realita. Bukan malah mati-matian jadi buronan realita. Saat kita
berlari, kita menghimpun kekuatan. Saat kita berlari, kita menghimpun strategi.
Saat kita berlari, kita berusaha menenangkan diri. Saat kita berlari, kita
merangkai asa dalam hati kita. Mungkin untuk dapat bertahan hidup sedikit lebih
lama, mungkin untuk dapat melangkahkan kaki, walau hanya selangkah, mungkin
untuk dapat bertahan berhadapan dengan realita lebih lama.
Begitu pun bagi saya, berada dunia itu sedikit mirip seperti
charging. Di dunia itu, saya membentuk kenyamanan diri saya sendiri, di dunia
itu, mungkin, saya menggambarkan kondisi saya sendiri. Di dunia itu, saya
menenangkan diri, mungkin bisa disebut bertapa? (lebay..... :p).
Coba deh, bayangin jika dalam kondisi seperti dave kecil yang bener-bener tersudut, yang sering kali bertarung dengan maut, gimana jadinya coba mentalnya?apalagi yang melakukan itu adalah ibu kandungnya sendiri. Menurutku, salah satu hal yang membuatnya bisa bertahan adalah "imajiuasi"-nya itu. Dunia seperti itu dapat juga membuat kita mempertahankan akal sehat kita di tengah kerasnya realita, daripada bertahan di dalam dan malah terjebak di dalamnya? Toh, dengan begitu bukan berarti kita itu gak normal kan?tetep aja kita manusia normal, hanya memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi permasalahan tertentu
Coba deh, bayangin jika dalam kondisi seperti dave kecil yang bener-bener tersudut, yang sering kali bertarung dengan maut, gimana jadinya coba mentalnya?apalagi yang melakukan itu adalah ibu kandungnya sendiri. Menurutku, salah satu hal yang membuatnya bisa bertahan adalah "imajiuasi"-nya itu. Dunia seperti itu dapat juga membuat kita mempertahankan akal sehat kita di tengah kerasnya realita, daripada bertahan di dalam dan malah terjebak di dalamnya? Toh, dengan begitu bukan berarti kita itu gak normal kan?tetep aja kita manusia normal, hanya memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi permasalahan tertentu
Walaubagaimanapun, saya memang gak pernah berniat untuk
terus berada di dunia itu(ya iyalah sepi banget gitu, g ada yang diajak omong,
hohoho). Pun, saya gak ingin menafikkan saya memang benar memiliki dunia itu,
saya memang berlari pada dunia itu. Karena sejujurnya, saya bangga memilikinya.
Duniaku,”My World”, dunia yang hanya aku yang memilikinya, tempat rahasia,
sebuah tempat VVVVVIP, begitu mahal, hingga tak ada yang mampu membelinya, gak
akan ada yang memajangnya di etalase toko berjejer-jejer, dan tempat di mana
siapapun tidak akan pernah bisa menemukannya, hanya aku dan duniaku.....
Hem...Tapi, enaknya dikasih nama apa ya?Selama ini aku Cuma
menyebutnya sebagai “duniaQ”,”My World”.
Ada yang punya
saran?Yang keren ya... (minta tolong koq cerewet?hehehe..... :p)
9 comments
Write commentsnice...
Replykasi nama apa yak? heheehh.. bagaimana kalau dunia tak bernama? halah, ga tw ding.. coba- saya pikir2 dulu, cari nama yang keren.
dunia tak bernama(haaaaa tambah bignung nanti, haha)
Replyeh, perjalanan itu kadang selalu cerah,kusam dan standar..hohoho semangat
my world udah yang paling bagus kok namanya ;D
Reply@mas huda : hehe,,,makasih. silakan dipikirkan :p
Reply@rose : hehe...iya, begitulah
@nonanoto : hehe...iya. :D
duniamu tidaklah lebih dari apa yang kau pikirkan :D
Replyasik ya punya tempat yang VVVVVVVIP buat dir kita sendiri, hehehe
Reply@John Terro : apa yang kita pikirkan mempengaruhi perspektif dan penyikapan kita terhadap dunia dan kehidupan. Begitu pula, dunia mempengaruhi apa yang kita pikirkan.
ReplyIt's the same with that world. If u ever feel the same. ^^
makasih udah mampir
@bestari : hehehe....yup ^^
gimana kalo Kaco's world, dunianya Kacho, ato Kacho merenung,,,, ?? saran nih
ReplyKacho's world boleh juga, emang kacho's world ya?Juga My World,hohohoho..... :D
ReplyMari bercuap-cuap :D